WahanaNews.co | Dewan Pembina Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) Irjen Pol (Purn) Drs H Adang Rochjana meminta pemerintah mengembalikan norma-norma yang telah berlaku.
Salah satu yang menjadi perhatian dari YPS tersebut adalah pengelolaan gedung negara. Dimana hingga saat ini tidak ada kejelasan antara pihak YPS dengan Pemerintah Daerah.
Baca Juga:
Golkar Sukses Kuasai Parlemen, Gerindra Justru Tak Mendapat Coat-Tail Effect Pilpres
"Itulah, coba pertanggung jawabkan itu. Karena itu bukan punya Pemda. Masa punya masyarakat nya mau dibiarkan saja," ujarnya saat mengadakan audensi di kantor DPRD Sumedang, Kamis (29/12/2022).
Tak hanya itu, anggota YPS lainnya sempat mempertanyakan terkait pembayaran uang sewa gedung negara yang selama ini digunakan oleh Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir.
"Apakah pemda gak punya uang. Sampai sekarang tidak pernah berbayar. Dulu pernah berbayar itu saat jaman pa Don Murdono. Makanya ini harus dipertemukan," ungkap Adang.
Baca Juga:
DPRD Sumedang Pastikan Korban Angin Puting Beliung Akan Mendapat Bantuan
Tak hanya gedung negara, lanjut Adang, bangunan lainnya seperti kantor Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Kabupaten Sumedang pun tidak jelas bentuk komitmennya dengan pihak YPS.
"Mungkin bukan tidak berbayar, tapi belum dibayar. Jadi ngutang dulu," sebutnya.
Adang menjelaskan, keuangan negara tersebut ada diantaranya Man, Money, Material, Metode. "Kalau ini ada, baru ini profesional. Semuanya harus ada dasar hukumnya," jelasnya.
"Jika tidak ada titik temu, sesuai ketentuan musyawarah, mufakat, kita akan mengadakan arbitrase. Kalau tidak bisa, apa boleh buat harus ke pengadilan. Kita akan pergunakan kekuatan hukum. Apakah perdata, pidana atau aturan hukum lainnya," tambahnya.
Ditempat yang sama, Ketua Komisi I DPRD Sumedang Asep Kurnia menerangkan, dalam audensi tersebut ada 6 hal yang disampaikan oleh YPS.
"Pertama terkait dengan pemberian Sekarwangi yang diserahkan kepada pihak lain yaitu Kampung Makmur. Ini diprotes sama mereka karena tidak bisa di alihkan seperti itu. Dengan dasar sosiologis, yuridis dan filosofis yang mereka miliki," paparnya.
Namun demikian, masalah tersebut sudah dijelaskan oleh pemerintah daerah melalui Dinas Perkim. Bahkan, pihak pemerintah telah melakukan pending dan tidak melanjutkan prosesnya.
"Tinggal penjelasan aja, kenapa Sekarwangi ada di kepemilikan pemda," kata Asep Kurnia.
Yang kedua, lanjut Akur sapaan akrab Asep Kurnia, berkaitan dengan surat kuasa yang diduga ditandatangani oleh bupati kepada salah satu pihak yang kaitannya Pergantian tanah untuk tol yang diduga berada di Kecamatan Buahdua.
"Surat kuasa tadi dikonfirmasi ke bagian hukum. Tapi belum dapat menjelaskan maksud dan tujuan surat kuasa tersebut ditanda tangani bupati," terangnya.
Sedangkan yang ditujukan langsung kepada DPRD Sumedang, adanya Keraton Sumedang Larang dalam Peraturan Daerah (Perda) Sumedang Puseur Budaya Sunda (SPBS).
"Untuk itu kami meminta waktu agar bisa menelusuri riwayat adanya perda tersebut. Karena itu melekat dengan DPRD," ungkap Akur.
Terakhir, kata Akur lagi, berkaitan dengan renovasi gedung negara. Karena hal tersebut merupakan bagian dari cagar budaya.
"Menurut klaim dari mereka gedung negara masih di wilayah YPS dan tidak pernah mengeluarkan izin itu. Juga tidak pernah diajak bicara untuk melakukan renovasi itu. Tadi juga belum ada dinas terkait yang bisa menjelaskan masalah itu," tuturnya.
Setelah menanggapi tuntutan dari YPS, pihak DPRD langsung akan merespon dengan segera membuat nota dinas yang akan diserahkan kepada pimpinan DPRD.
"Selanjutnya pimpinan DPRD akan segera memberikan keputusan," tuturnya. [sdy]