KEPUTUSAN Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada Eks Dirut Ira Puspadewi dan dua mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada Selasa (25/11/2025) adalah langkah yang visioner dan berani.
Keputusan ini jadi penegasan prinsip krusial dalam dunia usaha BUMN: Risiko bisnis yang diambil dengan itikad baik bukanlah perbuatan kriminal.
Baca Juga:
Kasus Akuisisi PT JN, Ira Puspadewi Minta Perlindungan Presiden Usai Divonis 4,5 Tahun
Rehabilitasi ini menjadi momen penting untuk merespons kegelisahan atau chilling effect yang selama ini menghantui para profesional di BUMN, yakni ketakutan untuk mengambil keputusan berisiko demi kemajuan perusahaan.
Menciptakan Nilai di Tengah Ketidakpastian
Dalam filsafat manajemen, risiko bukanlah semata-mata ancaman yang harus dihindari (risk avoidance), melainkan bagian integral dari pengambilan keputusan strategis untuk menciptakan nilai (value creation).
Baca Juga:
Tak Terima Dituduh Rugikan Negara Rp1,2 T, Mantan Dirut ASDP: Tak Ada Bukti Korupsi
Seperti ditegaskan dalam filosofi manajemen risiko modern -- misalnya, dalam standar ISO --, tujuan manajemen risiko adalah menciptakan dan melindungi nilai, yang dicapai melalui inovasi dan pengambilan keputusan berbasis data di tengah ketidakpastian.
Seorang pemimpin bisnis harus mampu mengidentifikasi, mengelola, dan bahkan mengeksploitasi risiko (risk exploitation) yang berpotensi memberikan imbal hasil tinggi (expected return).
Dalam konteks akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN), keputusan Direksi ASDP harus dinilai secara ex ante—berdasarkan kondisi, informasi, dan analisis yang tersedia sebelum keputusan diambil. Kerugian yang muncul post factum (setelah kejadian) akibat dinamika pasar atau kesalahan estimasi tidak boleh serta-merta diartikan sebagai niat jahat (mens rea) merugikan negara.