Untuk mengatasi permasalahan ini, sosialisasi yang efektif sebelum proyek dimulai menjadi langkah penting. Jika gangguan dibiarkan sejak awal, maka akan sulit untuk dikendalikan di kemudian hari.
"Sosialisasi di tahap awal sangat penting. Kami juga memiliki program perbaikan rumah dan sekolah di sekitar proyek sebagai bentuk kontribusi kepada masyarakat," jelas Harun.
Baca Juga:
Diborgol dan Digiring ke Mobil, Ini Tampang Penembak Polisi di Way Kanan
Selain itu, regulasi perizinan yang rumit dan berbelit kerap menjadi celah bagi oknum aparat penegak hukum (APH) dan ormas untuk melakukan pemerasan terhadap pengembang. Proses yang panjang dan kompleks ini seringkali menjadi alat bagi pihak tertentu untuk menekan investor.
"Banyaknya regulasi yang rumit dan memakan waktu menjadi celah bagi oknum APH dan ormas untuk menanyakan perizinan di luar kewenangan mereka. Akhirnya, kami dijadikan sumber pendapatan ilegal," ungkap seorang pengembang.
Kerja sama antara pengembang, aparat penegak hukum, dan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini.
Baca Juga:
Kapolresta Mamuju: Keberhasilan Layanan Hotline 110 Capai 68,6 Persen
Sosialisasi yang tepat kepada masyarakat sekitar proyek juga penting untuk membangun hubungan yang harmonis serta mencegah konflik dan kesalahpahaman.
"Di beberapa daerah, sosialisasi sudah dilakukan sebelum proyek dimulai. Itu sebabnya langkah ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan investasi yang kondusif," tambah pengembang tersebut.
Premanisme di sektor properti masih menjadi isu yang harus mendapat perhatian serius. Meski tidak semua daerah mengalami gangguan yang terorganisir, penting bagi pengembang untuk memperkuat komunikasi dengan masyarakat dan menerapkan strategi mitigasi risiko.