Untuk itu, pihaknya berupaya untuk menyiapkan lulusan dengan kompetensi masa depan bukan kompetensi masa lampau dan memastikan lulusan vokasi punya kompetensi yang memiliki relevansi dengan industri. Misalnya saja, sebut dia, prodi-prodi yang berkaitan dengan tata boga atau pangan.
Ada opsi, bagaimana membuat pangan eksotis menjadi menarik. Menjadi kebutuhan pangan masyarakat dengan rendah kalori dan tinggi serat.
Baca Juga:
SMKN 1 Lumut Bertransformasi Menjadi BLUD, Siap Kembangkan Teaching Factory
"Opsi lain di prodi yang sama di bidang pangan, bagaimana membuat industri pangan menyediakan pangan sesuai kebutuhan masa depan melalui keterampilan mereka," jelasnya.
"Karena ke depan pangan tidak sekadar memenuhi gizi. Tapi juga rekreasi, dan atraksi. Bisa tidak prodi ini menyiapkan lulusan soal ini. Bagaimana vokasi harus terus menyesuaikan kompetensi lulusan, karena kebutuhan akan terus berubah," tambahnya.
Ke depan, kata Kiki, tantangan pendidikan vokasi akan semakin kompleks. Ini berkaitan pada akses ketersediaan daya tampung pendidikan vokasi yang masih sangat kecil dibanding prodi sarjana, sehingga harus memperluas akses.
Baca Juga:
Tanpa Kolaborasi dengan Industri, Pendidikan Vokasi Tidak akan Sukses
Kemudian, persoalan relevansi erat terkait kemampuan perguruan tinggi dalam menyiapkan teknologi relevan dan mutakhir dan butuh investasi teknologi yang tidak murah.
Tantangan lain adalah ketersediaan dosen, guru dam instruktur di bidang vokasi yang masih sedikit.
Di lain sisi, guru terampil, dan spesifik khusus juga dibutuhkan oleh industri.