Selain ramah lingkungan, penggunaan biodigester juga membantu menghemat biaya pengangkutan sampah karena limbah organik dapat diolah langsung di lokasi.
Dengan begitu, dapur sekolah dalam program MBG bisa menjadi model efisiensi dan keberlanjutan energi.
Baca Juga:
Dukung Target Nasional 2029, MARTABAT Prabowo–Gibran Nilai Perpres RPJMN Tonggak Revolusi Pengelolaan Sampah
Kapasitas biodigester bergantung pada ukurannya. Semakin besar unit yang digunakan, semakin banyak pula volume makanan yang bisa diproses setiap harinya.
Keunggulan lain, alat ini mudah dioperasikan dan dirawat, sehingga cocok diterapkan di berbagai fasilitas sekolah.
“Tentu saja, salah satu manfaat besar biodigester adalah ramah lingkungan dan akan mengurangi jejak karbon fasilitas secara signifikan. Sisa makanan dan bahan organik lainnya yang membusuk di tempat pembuangan akhir melepaskan metana dan karbon dioksida yang berkontribusi terhadap perubahan iklim,” tulis Green Business Benchmark.
Baca Juga:
Pemerintah Gencar Sosialisasikan PLTS Atap, ALPERKLINAS Minta PLN Siapkan Infrastruktur Antisipasi Overload Daya Listrik
Biodigester anaerobik bekerja di lingkungan tanpa oksigen dan mampu mencerna berbagai jenis limbah seperti sisa makanan, minyak, lemak, limbah halaman, serta kotoran hewan. Dari proses ini dihasilkan dua produk sampingan utama, yakni biogas dan digestat.
Digestat merupakan residu yang kaya akan nutrisi organik, termasuk nitrogen dan fosfor, yang sangat bermanfaat untuk pertanian. Bahan ini bisa dijadikan pupuk alami untuk meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki struktur lahan pertanian.
Sementara itu, biogas yang dihasilkan sebagian besar mengandung metana. Gas ini dapat disimpan dan digunakan kembali sebagai sumber energi berkelanjutan untuk memasak, memanaskan air, hingga menghasilkan listrik di lingkungan sekolah.