WahanaNews.co | Belum lama ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengeluarkan aturan bahwa kepala sekolah wajib mengantongi sertifikasi guru penggerak.
Kebijakan ini mendapat tanggapan dari Pengamat Pendidikan Doni Koesoema.
Baca Juga:
Kemendikbudristek Siap Identifikasi 9 Kerangka Tentara Jepang Korban PD II di Biak
Menurut Doni, kebijakan kepala sekolah wajib mengantongi sertifikasi guru penggerak dinilai diskriminatif.
"Ini merupakan kebijakan diskriminatif yang mengabaikan banyak guru lain yang seharusnya memiliki kesempatan yang sama," jelas Pengamat Pendidikan, Doni Koesoema dikutip dari siaran YouTubenya Pendidikan Karakter Utuh, Senin (25/9/2023).
Aturan tersebut, kata Doni, tertuang dalam Permendikbudristek nomor 40 tahun 2021.
Di mana dalam Permendikbudristek itu penugasan guru sebagai kepala sekolah telah dikunci aturan jika syarat kepala sekolah ada guru penggerak.
"Aturan yang mengabaikan banyak guru lain yang seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh latihan dan pengembangan profesional sebagai guru utamanya untuk menjadi kepala sekolah," jelas Mantan anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ini.
Lebih lanjut, menurutnya kebijakan ini telah memecah belah guru di sekolah. Kini banyak guru yang bukan dari program guru penggerak mengucilkan diri.
"Di sekolah para guru mulai berpikir saya bukan penggerak, kalian penggerak, karena itu lebih baik kalian saja yang banyak bekerja," tutupnya.
Baca Juga:
Kemendikbudristek Siapkan Anggaran Rp14,69 Triliun untuk Program KIP Kuliah 2025
[Redaktur: Zahara Sitio]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.