Walaupun keadaan menghalangi, Maria tetap mencari cara bagaimana untuk tetap mendapat pendidikan yang layak namun juga tidak memberatkan ekonomi orangtuanya.
IPDN (Institut Pendidikan Dalam Negeri), sekolah para pamong praja, seperti jawaban yang dicari Maria.
Baca Juga:
Jokowi: Cuma 13 Tahun Lagi Indonesia Tentukan Nasib Negara Maju atau Tidak
“Kalau IPDN kan gratis, dibiayai negara, jadi mereka nggak pusing (biaya),” kata Maria.
Setelah lulus dan bekerja di pemerintahan, Maria malah semakin penasaran. Ketika pengabdiannya baru seumur jagung, Maria malah nekat mengambil kredit pegawai untuk bisa berkuliah lagi untuk gelar master.
“Jadi, baru jadi pegawai sudah nakal (ambil) kredit pegawai untuk lanjut S2. Terus keluarga ‘kan bilang, kenapa kamu mau S2? Kita aja keluarga tidak mampu, jangan gaya-gaya deh,” ungkap Maria menirukan logat orang tuanya.
Baca Juga:
Menkeu: LPDP Wujudkan Mimpi Anak Indonesia
Maria mengakui bahwa keluarganya memiliki pemikiran yang medioker dan terkesan tidak ingin maju. Bahkan baginya terlalu sederhana dalam menjalani kehidupan, apalagi untuk pendidikannya.
Terbukti dari kakak-kakak Maria yang bersekolah di dekat rumah saja, kerja pun apa adanya saja. Bagi keluarganya dengan sekolah, bisa bekerja, dapat gaji, dan hidup itu sudah cukup. Namun bukan Maria jika tidak nekat.
“Kan teman-teman di lingkungan (di IPDN) mau sekolah, saya sendiri kok tidak? Apakah saya harus tinggal di hutan? Kan di kota, jadi nekat pergi ambil kredit pegawai terus kuliah,” tambahnya.