5. Perum Perumnas Rp1,568 triliun untuk peningkatan kapasitas usaha dalam melanjutkan program Pemerintah pengadaan “satu juta rumah” serta mendukung penyediaan perumahan rakyat untuk MBR.
6. PT PLN Rp5 triliun untuk pembangunan proyek-proyek ketenagalistrikan (transmisi, gardu induk dan distribusi listrik desa) serta mendukung pengembangan 5 Destinasi Pariwisata Super Prioritas yaitu Danau Toba, Mandalika, Labuan Bajo, Borobudur dan Likupang).
Baca Juga:
Jelang HUT RI, 13 Desa di Kabupaten Sintang Kini Terang dengan Listrik PLN
Sementara itu, untuk memastikan akuntablitas penggunaan PMN oleh BUMN tersebut, Kementerian Keuangan menerapkan Key Performance Indicators (KPI) atau Indikator Kinerja Utama khusus bagi para penerima PMN. Menurut Drektur Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Tri Wahyuningsih Retno Mulyani, Kementerian Keuangan sudah memberlakukan KPI pada penerima BUMN sejak tahun 2021.
“PMN merupakan bagian dari pembiayaan investasi pemerintah yang sumbernya dari APBN, jadi pakai duit rakyat dong. Makanya kita menjaga bersama-sama agar penggunaan PMN ini terjaga tata kelola atau good governance-nya,” tukas Tri Wahyuningsih.
KPI khusus PMN, jelas Tri Wahyuningsih, meliputi output dan outcome yang jelas serta memiliki sasaran yang benar-benar bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh semua stakeholders, baik ituBUMN/Lembaga-nya, dan yang lebih penting lagi dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Target KPI PMN baik dalam bentuk output maupun outcome, disesuaikan dengan kegiatan atau proyek BUMN masing-masing.
Baca Juga:
Usulkan PMN 2025 Capai Rp3 Triliun, PLN Paparkan Alokasi Penggunaannya
“Target output antara lain target realisasi fisik pembangunan proyek, rasio elektrifikasi, sertapenggunaan dana PMN sesuai peruntukannya, sedangkan outcome seperti target penyerapan tenaga kerja lokal, penyerapan produk lokal/UMKM, serta peningkatan kunjungan wisatawan. Untuk itu, KPI khusus PMN ini menjadi sangat penting untuk dikawal terus pemenuhannya,” pungkas Tri Wahyuningsih. [rin]