WahanaNews.co | Menurut data Purchasing Power Parity (PPP) saat ini Indonesia masuk daftar 10 negara yang memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) paling besar besar di dunia.
Berdasarkan laporan International Monetary Fund (IMF) dengan pendekatan PPP tersebut, Indonesia saat ini menempati posisi ketujuh negara yang memiliki PDB paling besar di dunia sebesar US$ 4,1 triliun.
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
Posisi ini mengalahkan Inggris yang berada di urutan kedelapan sebesar US$ 3,8 triliun, Brasil di urutan kesembilan sebesar US$ 3,744 triliun dan Perancis di urutan kesepuluh sebesar US$ 3,740.
Sementara itu, China menempati posisi pertama dengan nilai sebesar US$ 30,18 triliun, disusul Amerika Serikat (AS) US$ 25,34 triliun, India US$ 11,74 triliun, Jepang US$ 6,11 triliun, Jerman US$ 5,26 triliun, dan Rusia US$ 4,37 triliun.
Dengan posisi Indonesia yang menduduki peringkat ketujuh, bagaimana dengan tingkat kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia?
Baca Juga:
HUT ke-79 TNI, Ini Pesan Presiden Jokowi ke Prajurit Indonesia
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai bahwa PDB yang besar bukan berarti tidak menandakan adanya kemiskinan maupun ketimpangan. Pasalnya negara PDB yang besar seperti AS juga mengalami kemiskinan dan ketimpangan.
"Secara PPP PDB Indonesia lebih tinggi, ini berdampak ke kondisi kemiskinan di Indonesia. Kemiskinan di Indonesia kalau dilihat secara PPP tidak seburuk yang kita bayangkan," ujar Piter kepada Kontan.co.id, Rabu (19/10).
Meski begitu, Piter bilang, kemiskinan dan ketimpangan akan terus menjadi tugas dan tantangan pemerintah yang harus diselesaikan ke depan. Pasalnya, permasalahan tersebut tidak hanya bisa diselesaikan dalam jangka pendek, maupun tidak dalam lima hingga sepuluh tahun.
Untuk itu, pemerintah harus benar-benar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja yang cukup secara berkesinambungan. Hal ini lantaran pengentasan kemiskinan hanya bisa dilakukan dengan penciptaan lapangan kerja yang cukup.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2022 sebanyak 26,16 juta orang atau turun 0,34 juta orang dari data September 2021 yang sebanyak 26,50 juta orang.
Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2021 yang sebanyak 27,54 juta orang, jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 juga berkurang 1,38 juta orang.
Dengan jumlah ini pun, rasio penduduk miskin pada bulan Maret 2022 bertahan ke single digit, yaitu ke 9,54%, atau turun 0,17% pada September 2021 yang sebesar 9,71%. [JP]