WahanaNews.co | Berbekal semangat tinggi, Arvin Wijaya terjun ke bidang pertanian. Ia membangun Laguna Green House, tempat budidaya buah melon dengan metode hidroponik menggunakan teknologi reverse osmosis (RO). Seperti apa?
Ketika memasuki Cluster Casablanca Perumahan Graha Padma, Jrakah, Kecamatan Tugu, Kota Semarang akan terlihat bangunan rumah kaca dengan dominasi warna putih. Green house tersebut menjadi tempat budidaya buah melon dengan metode hidroponik. Namanya Laguna Green House. Didirikan oleh Arvin Wijaya, sarjana ekonomi salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Semarang.
Baca Juga:
Terduga Teroris di Tiga Lokasi Ditangkap Densus di Jateng
Terlihat pemandangan daun melon berwarna hijau mendominasi tempat ini. Ribuan tanaman buah melon juga berjajar rapi dalam green house yang dibangun di lahan seluas 1,7 hektare tersebut.
Setiap satu penampung air hanya bisa ditanam satu buah melon. Pipa pralon juga berjajar rapi untuk jalan keluar dan masuknya air. Karena buah melon sulit untuk dibudidayakan, pria asal Semarang ini merasa tertantang untuk bisa memecahkan masalah tersebut. Berbagai cara dilakukan mulai dengan mengubah suhu ruangan agar tetap stabil, menjaga daunnya agar tetap hijau, dan sebagainya.
“Di antara tanaman yang lain, melon ini yang paling susah untuk dibudidayakan serta rentan terhadap bakteri atau virus. Jadi, wajib memakai APD,” jelas Arvin, dilansir dari Jawa Pos Radar Semarang, Jumat (7/10).
Baca Juga:
Kemensos Lakukan Pendampingan Menyeluruh Kasus Rudapaksa di Demak Jateng
Arvin menambahkan, Laguna Green House ini dioperasikan menggunakan mesin yang dikendalikan oleh komputer. Mulai dari pemupukan, sterilisasi air, dan kontrol tanaman. Arvin mengaku mendapat ide ini mengolaborasikan hasil penelitian dari Israel, Taiwan, dan Vietnam yang kemudian ia kembangkan mulai 2017.
Awalnya, bukan melon, melainkan bawang merah dan beragam sayuran. Karena hasilnya tidak sebanding, Arvin pun banting stir untuk membudidayakan melon.
Pria 27 tahun ini mengaku tertarik pada bidang pertanian karena bisnis ini bersifat sustainable. Yakni, bisnis yang berkelanjutan dan bisa diterapkan dalam jangka panjang. Menurutnya, sudah saatnya masyarakat Indonesia yang mempunyai usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk mengadopsi perkembangan teknologi. Khususnya di bidang pertanian seperti dirinya. Tentu dilihat dari sisi efektivitas maupun hasil yang konsisten.
“Green house ini memang lahan millenial farming. Yang membangun dan merawatnya anak-anak muda di bawah 30 tahun, dan sudah menggunakan teknologi. Jadi, tidak perlu malu lagi bertani untuk kemajuan bangsa,” katanya.
Alvin menambahkan, penggunaan teknologi ini diterapkan untuk menjaga konsistensi melon agar mempunyai rasa yang sama. Jumlah daun dari satu tanaman ini pun harus diperhatikan. Sehingga rasa manis yang didapatkan tetap sama.
“Satu buah harus mempunyai 30 daun. Kalau lebih atau kurang rasanya akan berbeda,” imbuhnya.
Ada dua jenis melon hasil dari metode hidroponiknya. Yakni, melon hamigua yang memiliki rasa manis serta bertekstur crunchy, dan melon honey white yang menjadi andalannya.
Melon ini mempunyai warna kulit yang putih dan bertekstur lebih empuk. Harganya pun bervariasi mulai Rp 35 ribu-40 ribu per kg. Sementara satu melon biasanya memiliki berat Rp 1,5 kilogram.
“Rasanya manis, dengan standar kadar gula sebesar 16, kualitas secara kesluruhan sudah statistik semua, karena terintegrasi sistem. Jadi, rasanya pasti sama,” akunya.
Di lahan 1,7 hektare ini ada empat rumah tanam. Satu rumah tanam berkapasitas 6 ribu tanaman melon. Totalnya ia bisa menanam 24 ribu buah melon. Ia menambahkan, waktu tanam buah melon selama 60 hari. Sementara dalam satu kali panen, Arvin bisa menghasilkan enam hingga tujuh ton buah melon setiap 16 hari sekali.
“Waktu panen setiap delapan hari sekali. Selain di sini ada juga yang di Kudus. Panen kita bergantian,” katanya.
Distribusinya sudah sampai ke luar kota. Seperti Jakarta, Surabaya, Bali, Jogjakarta, dan hampir seluruh swalayan di Jawa Tengah.
“Ke depannya ingin ekspor ke luar negeri juga, tapi kendala kita masih di jumlah panen. Biasanya mereka menginginkan sekali ekspor sampai 50 ton, tenaga kita yang belum ada,” ungkapnya.
Arvin mengaku, green house ini merupakan caranya untuk memberdayakan anak muda agar menyukai bidang pertanian. Terlihat dari 20 pekerjanya yang mayoritas anak muda lulusan SMK. Di sana mereka juga akan diajarkan cara budidaya mulai dari pembenihan hingga memanen buah melon. Ke depan, Arvin sedang menyiapkan green house miliknya akan digunakan sebagai edukasi pendidikan. Dari pihak manapun diperbolehkan masuk untuk melihat dan belajar mengenai pembibitan melon menggunakan teknologi RO ini.
“Banyak anak sekolah yang belajar ke sini, mahasiswa melakukan penelitian dan lainnya. Ke depan memang ingin menjadikan green house ini sebagai wisata edukasi pendidikan. Targetnya akhir 2022 ini kita opening,” ungkapnya.
Selain warga dan siswa sekolah sekitar, warga asing juga pernah belajar budidaya hidroponik melon di green house miliknya.
“Ada dari Israel, Belanda, dan Australia. Mereka datang ke sini untuk belajar hidroponik melon,” katanya.
Arvin mengaku usaha miliknya mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga pernah mampir ke green house di Kudus.
“Alhamdulillah beliau mendukung adanya teknologi yang bisa membantu pertanian di Indonesia,” ujarnya. [qnt]