Selama ini, Anies mengamati bahwa rest area umumnya dimiliki oleh investor saja. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar rest area ini juga bisa dimiliki oleh koperasi-koperasi di kampung, desa, kecamatan, atau kabupaten, sehingga mereka dapat merasakan manfaat dari pembangunan jalan tol ini.
Namun, Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, berpendapat bahwa konsep yang diajukan Anies terlalu ambisius dan sulit untuk diwujudkan secara praktis.
Baca Juga:
Netanyahu Resmi Jadi Buronan Setelah ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan
"Kalau dikonversi dalam bentuk saham kepemilikan dengan penyertaan modal, sekarang pada kalangan menengah bawah berpikirnya kan 'hari ini makan, kalo tidak ada makan, harus ada pengganti makannya segera'," kata Yayat, mengutip Bisnis, Senin (31/7/2023).
Yayat setuju jika aspek keadilan dan membela warga yang lahannya akan digusur untuk pembangunan penting untuk dilakukan. Namun, dia mengingatkan bahwa realitas kepemilikan tanah cukup rumit di beberapa wilayah.
Dia mencontohkan maraknya spekulan tanah atau mereka yang mencari keuntungan, umumnya dilakukan oleh para pejabat yang mengetahui adanya rencana pembangunan jalan tol di suatu daerah.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
"Spekulan tanah atau pejabat yang tahu tentang rencana itu kemudian mereka membeli dengan harga murah kemudian oleh mereka di jual mahal itulah yang membuat proses pembebasan tanah jadi lama sekarang ini," ujarnya.
Di sisi lain, menurutnya memang perlu ada strategi lain untuk mengantisipasi kerugian rakyat kecil yang tertindas akibat pembebasan lahan, apalagi jika lahan yang dibidik merupakan aset untuk perkebunan, pertanian, dan sebagainya.
Dalam pengusahaan jalan tol, lanjut Yayat, operasional rest area juga semestinya dapat dimaksimalkan bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), khususnya masyarakat sekitar jalan tol tersebut. [eta]