WAHANANEWS.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong digitalisasi dan konsolidasi di sektor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) sebagai strategi utama untuk memperkuat industri perbankan mikro serta meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.
Langkah ini tertuang dalam Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri BPR-BPRS (RP2B) 2024-2027, yang menjadikan digitalisasi sebagai salah satu pilar utama dalam memajukan sektor ini.
Baca Juga:
BPN Kota Depok Mediasi Sengketa Lelang Lahan Achmadi dengan BPR Olympindo Sejahtera
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa adopsi teknologi digital di BPR dan BPRS tidak hanya bertujuan meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga memperluas akses layanan perbankan bagi masyarakat secara lebih mudah dan fleksibel.
“Salah satu langkah strategisnya adalah mendorong BPR untuk mengimplementasikan layanan digital, sehingga nasabah dapat mengakses layanan perbankan kapan saja dan di mana saja,” ujar Dian di Jakarta, melansir ANTARA, Selasa (29/1/2025).
Perkembangan pesat teknologi informasi telah mengubah pola perilaku nasabah, sehingga digitalisasi menjadi kebutuhan yang tak terelakkan bagi BPR dan BPRS.
Baca Juga:
BPR Duta Niaga Jadi Bank ke-17 yang Gulung Tikar di Tahun 2024, LPS Pastikan Dana Nasabah Aman
Dalam RP2B 2024-2027, OJK menetapkan dua subpilar akselerasi digitalisasi:
Optimalisasi Teknologi Informasi (TI) untuk meningkatkan efisiensi operasional serta menjaga integritas sistem perbankan.
Pemanfaatan TI melalui sinergi dan kolaborasi antar lembaga, guna meningkatkan daya saing BPR/BPRS di tengah lanskap perbankan yang semakin kompetitif.
Namun, digitalisasi bukan satu-satunya fokus OJK. Konsolidasi juga menjadi prioritas dalam penguatan industri BPR/BPRS.
Salah satu strategi yang diusulkan adalah penggabungan dan peleburan BPR/BPRS yang berada di bawah pemegang saham pengendali yang sama, untuk menciptakan struktur industri yang lebih kuat dan kompetitif dalam menghadapi dinamika ekonomi global.
Selain itu, OJK juga mendorong BPR/BPRS untuk memperluas akses permodalan, termasuk melalui penawaran umum efek di pasar modal, sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK Nomor 7 Tahun 2024.
Dengan langkah ini, BPR/BPRS dapat memperkuat permodalannya, sehingga mampu mendukung pertumbuhan industri perbankan mikro secara berkelanjutan.
Di tengah upaya digitalisasi dan konsolidasi, industri BPR/BPRS menunjukkan kinerja positif. Data November 2024 mencatat peningkatan aset, kredit, dan Dana Pihak Ketiga (DPK), sementara rasio permodalan tetap berada dalam batas aman yang ditetapkan regulasi, menjamin ketahanan dan likuiditas sektor ini.
Namun, tantangan masih ada. Sepanjang 2024, kasus fraud dalam manajemen perbankan menjadi penyebab utama penutupan sejumlah BPR.
OJK mencatat bahwa jumlah BPR/BPRS yang dicabut izin operasionalnya melonjak drastis, mencapai 20 bank hingga akhir Desember 2024, meningkat lima kali lipat dibanding 2023 yang hanya mencatat 4 bank ditutup.
Langkah digitalisasi dan konsolidasi yang tengah digencarkan OJK diharapkan dapat memperkuat industri BPR/BPRS, mengurangi risiko operasional, serta meningkatkan daya saing perbankan mikro di era transformasi digital.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]