WAHANANEWS.CO, Jakarta – Bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS, Lembaga riset ekonomi Center of Economics and Law Studies (Celios) menyebutkan memberikan keuntungan baru khususnya dalam perluasan pasar.
Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda mengatakan selama ini ekspor Indonesia masih bergantung dengan pasar-pasar tradisional seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Keanggotaan baru ini, menjadikan Indonesia bisa terlepas dari AS dan Eropa dan membuka peluang pasar baru.
Baca Juga:
Bank Muamalat Indonesia Wealth Prosperity: Mencari Peluang Investasi di Tengah Tantangan Ekonomi Global
"Bergabung dengan BRICS, akan memberikan keuntungan bagi Indonesia untuk bisa lepas dari pasar tradisional seperti AS dan Eropa. Eropa pun sebenarnya sudah mulai 'rese' dengan kebijakan ekspor Indonesia di mana sering terlibat perselisihan dalam hal perdagangan global," ujar Nailul di Jakarta, Selasa (7/1/2024), melasnsir REPUBLIKA.CO.ID
Ia melanjutkan, Eropa saat ini mulai menjegal perdagangan luar negeri Indonesia. Salah satunya adalah melalui hambatan European Deforestation Regulation (EUDR) terhadap komoditas kelapa sawit.
Presiden Prabowo Subianto kemudian menunjukkan keberpihakan terhadap petani sawit dan mempertimbangkan untuk mencari pasar lain di luar wilayah Eropa.
Baca Juga:
Wamenkeu Anggito Abimanyu: AI adalah Masa Depan
"Prabowo pun menunjukkan keberpihakannya kepada sawit lokal, saya rasa itu menjadi pertimbangan juga untuk mencari pasar alternatif," katanya.
Nailul menjelaskan, pada dasarnya gerakan diplomasi Indonesia merupakan gerakan non blok, di mana tidak terafiliasi ke blok mana pun, baik BRICS atau OECD. Namun, pilihan koalisi politik dan ekonomi bisa mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan.
Data menunjukkan, proporsi ekonomi negara BRICS mengalami peningkatan yang cukup tajam. Pada 1990, proporsi ekonomi negara BRICS hanya 15,66 persen, sedangkan pada 2022, proporsinya mencapai 32 persen.