“Aset kripto di Indonesia dikategorikan sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Kripto disebut aset (cryptoassets), bukan alat pembayaran (cryptocurrency)," jelas Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga melalui siaran pers yang diterima pada Selasa (19/7/2022) kemarin.
Dia menambahkan, aset kripto tidak diatur Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, atau Otoritas Jasa Keuangan, melainkan Kementerian Perdagangan.
Baca Juga:
Transformasi Perdagangan Berjangka Komoditi, Bappebti Dorong Transaksi Multilateral
Jerry juga menyebut, jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia berdasarkan Peraturan Bappebti Nomor 7 tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto, yaitu sebanyak 229 aset.
Pengaturan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat, seperti meningkatkan investasi dalam negeri atau mencegah arus keluar modal; memberikan perlindungan kepada konsumen dan kepastian usaha; mencegah pencucian uang dan pendanaan terorisme; serta membuka lowongan di bidang teknologi informasi.
"Selain itu, juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi negara berupa penerimaan pajak,” ungkap Wamendag.
Baca Juga:
Kejati Jawa Tengah Tahan Pegawai Bank BUMN Terkait Kasus Pembelian Kripto
Saat ini, pemerintah Indonesia tengah dalam proses mendirikan bursa aset kripto, lembaga kliring, dan kustodian untuk mendukung ekosistem aset kripto Indonesia.
Selanjutnya, pemerintah akan terus memantau perkembangan nilai transaksi dan nasabah yang luar biasa ini sehingga perdagangan aset kripto di Indonesia tetap berada pada koridor yang benar.
Catatan saja, data Kementerian Perdagangan menunjukkan, pertumbuhan nilai transaksi dan jumlah pelanggan aset kripto di Indonesia sangat luar biasa.