WahanaNews.co, Bali - Industri kakao dan cokelat di Indonesia telah mampu bertahan selama proses pemulihan ekonomi dari pandemi COVID-19. Bahkan industri ini berperan penting pada rantai pasok dunia.
Indonesia merupakan eksportir produk kakao olahan terbesar ke-3 di dunia dan berkontribusi pada pasar global sebesar 9,17%.
Baca Juga:
Kemenperin Dorong Penyerapan Batik IKM Jadi Seragam Jemaah Haji
Peran penting Indonesia pada pasar kakao dan cokelat global menjadikan Indonesia mendapat kehormatan sebagai tuan rumah konferensi kakao internasional, the 8th Indonesian International Cocoa Conference & Dinner 2023.
“Industri kakao olahan Indonesia memainkan peran penting di rantai pasok global serta merupakan salah satu kontributor bagi perekonomian nasional dan penerimaan devisa negara, dengan nilai ekspor produk kakao olahan lebih dari USD1 miliar per tahun ke pasar-pasar utama seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, India, dan Tiongkok,” papar Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika, pada the 8th Indonesian International Cocoa Conference & Dinner 2023 di Bali, Kamis (14/09).
Indonesia saat ini menempati urutan ke-7 sebagai produsen biji kakao terbesar di dunia. Indonesia juga merupakan negara pengolah produk kakao olahan ke-3 dunia setelah Belanda dan Pantai Gading (data International Cocoa Organization (ICCO) tahun 2022/2023).
Baca Juga:
Pacu Kesiapan IKM Terapkan Teknologi Digital, Kemenperin Gelar Workshop INDI 4.0
Volume produk cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake, dan cocoa powder diekspor sebesar 327.091 ton atau 80% dari total produksi nasional, yang diekspor ke 96 negara. Selain produk kakao olahan, produk cokelat juga sudah mulai menunjukkan kinerjanya melalui kontribusi ekspor sebesar USD76 juta. Nilai ekspor produk cokelat tahun 2022 meningkat 9,59% dibandingkan tahun 2021.
Kemampuan manufaktur dan pengolahan kakao intermediate di Indonesia telah mampu menarik investasi dari 11 produsen kakao terkemuka dari seluruh dunia, mempekerjakan kurang lebih 2.500 tenaga kerja langsung dengan kapasitas produksi 739.250 ton per tahun untuk cocoa butter, cocoa liquor, cocoa powder, dan cocoa cake. Sementara itu, di kelompok industri olahan kakao hilir, terdapat 900 perusahaan industri pengolahan cokelat dengan kapasitas terpasang 462.126 ton/tahun.
“Peluang pengembangan industri olahan kakao masih terbuka luas, terutama di sisi hilir. Saat ini Indonesia masih mengimpor produk hilir olahan kakao sehingga produksinya masih perlu dipacu untuk mengurangi impor,” kata Putu.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pengembangan industri kakao dan cokelat di Indonesia. Cokelat Artisan dan Craft Cokelat Indonesia untuk Dunia menjadi salah satu program prioritas Kemenperin di masa depan.
“Kami telah mengembangkan program-program utama mulai dari fasilitasi kewirausahaan, dukungan R&D dan inovasi, implementasi industri 4.0, serta yang paling penting, yakni promosi internasional dan branding dalam rangka memperkuat dan memajukan pertumbuhan cokelat artisan Indonesia,” ungkap Putu.
Dirjen Industri Agro menambahkan bahwa dengan inovasi dan penerapan teknologi, terdapat 31 produsen cokelat artisan Indonesia yang mengekplorasi 600 jenis profil rasa cokelat khas Indonesia yang berbeda dan unik. Para artisan mengolah kakao menjadi produk cokelat secara bean-to-bar dengan kapasitas 1.242 ton/tahun.
“Pangsa pasar coklat artisan saat ini baru 1,3% dari potensi 10% pasar cokelat di Indonesia, sehingga potensi pengembangannya masih terbuka luas,” jelas Putu. Demikian dilansir dari laman kemenperingoid, Sabtu (16/9).
[Redaktur: JP Sianturi]