Upaya merevisi UU 8/1999 pun seolah jalan di tempat. Lantas poin apa saja yang perlu diubah melalui Revisi UU (RUU) Perlindungan Konsumen?.
Kepala Badan Keahlian DPR, Inosentius Samsul mengatakan semula merevisi UU 8/1999 menjadi usul inisiatif pemerintah.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Namun seiring berjalannya waktu dan pergantian rezim, tak ada kemajuan siginifikan nasib RUU Perlindungan Konsumen.
Pendek cerita, DPR pun mengambil alih usul insiatif RUU Perlindungan Konsumen. Kini, RUU Perlindungan Konsumen sudah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Tetapi justrjustru semakin melemah di tahun 2024
Dia menerangkan, naskah RUU sedang dalam penyusunan. Setidaknya dalam penyusunan draf RUU terdapat beberapa poin penting perubahan.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Pertama, soal definisi konsumen. Dalam Pasal 1 angka 2 UU 8/1999 menyebutkan, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Menurutnya, definisi konsumen bakal dievaluasi. Konsumen selama ini didefinisikan secara individu. Tapi ada pula yang mengatasnamakan organisasi.
Dia ingat betul di Tahun 1988 silam, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengajukan gugatan terhadap Perusahaan Listrik Negara (PLN) lantaran terjadi pemutusan jaringan listrik. Karenanya, YLKI pun menuntut hak ganti kerugian yang dialaminya.