Tapi lembaga yang masuk ranah implementing agency alias instansi pelaksana saat terjadi masalah-masalah perlindungan konsumen. Kelima, sistem perlindungan konsumen terkait klausula baku.
Dia menerangkan, terdapat perjanjian baku yang sudah disiapkan sepihak oleh pelaku usaha. Misalnya membeli kendaraan dan rumah secara kredit, maka calon pembeli bakal menandatangani surat perjanjian yang sudah disiapkan pelaku usaha. Masalahnya dalam praktik tak ada yang mengawasi perjanjian kontrak tersebut.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Nah, agar isi perjanjian kontrak dapat menjamin kepentingan hak-hak konsumen, apalagi yang tidak paham hukum secara mendalam, maka negara mesti hadir mereview kontrak baku yang berlaku di semua sektor bisnis, perumahan, keuangan dan lainnya. Dia menilai pengawasan pun masih lemah.
“Bahkan itu (penyelesaian sengketa konsumen, red) diserahkan kepada BPSK, menurut saya kewenangan itu mestinya tidak diserahkan ke BPSK, karena BPSK itu levelnya pada tingkat kabupaten kota, sementara cakupan dari klausula baku ini bersifat nasional bahkan internasional,” katanya.
Kepala Bidang Pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi, mengamini pandangan Inosentius.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Menurutnya perubahan penting dimulai dengan definisi konsumen agar direposisi. Mengacu UU 8/1999 mendefinisikan konsumen akhir. Tapi dengan berkembangan zaman dan teknologi, perlua adanya reposisi terkait perlindungan konsumen.
Soal penguatan lembaga seperti BPSK dan BPKN maupun lembaga swadaya masyarakat perlu dilakukan. Sebab partisipasi masyarakat dan kontribusinya amatlah dibutuhkan dalam perlindungan konsumen. Menurutnya, tuntutan masyarakat terhadap perlindungan konsumen amatlah kuat. Hanya saja konsumen kerap kali berada di posisi lemah.
“Mudah-mudahan bahwa undang-undang konsumen ini segera dilakukan suatu pembahasan, walaupun sekarang ada menjadi hak inisiatif dari legislatif,” pungkas Sularsi.