Darmawan menjelaskan, pengembangan green enabling super grid dan end-to-end smart grid semakin mendesak untuk mengatasi ketidaksesuaian sumber EBT dengan pusat demand listrik, sekaligus mengakomodasi penetrasi EBT variable yang sangat masif. Ke depannya, sistem ini yang akan digunakan untuk mendukung pembangunan ASEAN Power Grid.
Sistem itu kemudian diproyeksikan akan mampu menghubungkan transmisi lintas negara-negara di ASEAN, mulai Laos, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Singapura, hingga Indonesia.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"ASEAN Power Grid bukan hanya soal listrik. Namun hal ini mencerminkan kekuatan baru ASEAN. Mencerminkan perubahan ASEAN yang sebelumnya terfragmentasi menjadi ASEAN yang bersatu, demi satu tujuan, kemakmuran bagi kawasan Asia Tenggara," kata Darmawan.
CEO Canada Business Council Goldy Hyder sepakat bahwa upaya menjalankan transisi energi tidak bisa mengabaikan keterjangkauan dan ketahanan energi. Dia menyatakan, langkah transisi energi juga perlu mengedepankan aspek keberlanjutan dan kemakmuran masyarakat global.
"Prinsip utama dalam mencapai sebuah target tidak bisa mengabaikan ketahanan energi, prinsip yang berkelanjutan dan juga keterjangkauan. Langkah-langkah perlu dipetakan secara matang dan mengedepankan kesejahteraan masyarakat," kata Hyder.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.