WahanaNews.co | Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu, Ir Ricky Gunarwan, menganjurkan petani kopi beralih ke pupuk organik.
Ia menilai dengan penggunaan pupuk organik dapat membuat kopi terhindar dari kandungan kimia agar memiliki nilai jual lebih tinggi.
Baca Juga:
Tren Kopi Sumedang Naik Daun, DiskopUKMPP: Ini Saatnya Inovasi dan Ekspansi!
“Harga jual nya pun bisa meningkat. Konsumen kopi banyak yang menginginkan penggunaan pupuk organik,” ujarnya, belum lama ini.
Dijelaskannya, saat ini juga banyak perusahaan swasta yang bergerak di perkebunan kopi yang ini andil dalam penggunaan pupuk organik ini. Yang berfokus bagaimana meningkatkan produksi pertanian sehat.
Termasuk untuk memperluas jangkauan pemasaran produk pertanian unggulan berupa biji kopi ke pasaran nasional, hingga mancanegara, yakni salah satu hal dengan menghilangkan kandungan kimia atau residunya.
Baca Juga:
5 Penyakit Bisa Menyerah jika Anda Minum Kopi Hitam Tanpa Gula
“Tanaman kopi Bengkulu bisa masuk ke pasaran global, asalkan pemeliharaan serta penanganan hama penyakit tidak lagi menggunakan bahan kimia baik pupuk maupun racun baik insektisida maupun pestisida,” ungkapnya.
Saat ini pihaknya berupaya mengedukasi petani di Bengkulu tidak boleh lagi membersihkan lahan dengan herbisida atau racun rumput sehingga akan meninggalkan jejak bekas residu.
“Kita minta petani kita tidak menggunakan pestisida lagi baik berupa herbisida maupun racun insektisida agar harga kopi di daerah bisa naik,” tukas Ricky.
Untuk penanganan hama penyakitnya dengan menggunakan racun insektisida yang non organik maka nanti akan ditolak di pasaran lokal maupun luar negeri.
Di sisi lain, Ketua Serikat Tani Bengkulu, Muspani menjelaskan, harga biji kopi ditingkat petani dalam beberapa tahun terakhir ini tidak pernah mengalami kenaikan. Hal ini tersebut berbanding terbalik dengan biaya perawatan kopi.
Yang biaya perawatan seperti membeli pupuk dan pestisida terus mengalami kenaikan sejak tahun 2021 lalu.
Perawatan yang dimaksud,lanjutnya, dimulai dari biaya sebelum panen dan ongkos petik buah atau biaya panen. Kondisi ini membuat petani mengeluh karena terkadang hasil mereka cukup buat utang biaya perawatan.
Selain harga jual kopi yang rendah, tahun ini hasil panen petani merosot dibandingkan hasil panen tahun sebelumnya.
“Kita minta kepada pemerintah agar bisa memberikan solusi terkait permasalahan ini,” tuturnya.
Apalagi, jika melihat Bengkulu salah satu provinsi penghasil kopi robusta di Indonesia. Sementara kopi merupakan salah satu komoditas andalan di daerah selain kelapa sawit. Untuk mempertahan itu serta menjawab keluhan para petani kopi, dirinya berharap ada perhatian dari pihak terkait.
” Jangan petani sawit saja yang diperhatikan. Petani kopi juga harus diperhatikan,” pintanya. [qnt]