WahanaNews.co, Jakarta - Pemerintah terus berkomitmen melaksanakan pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu aspek penting dalam mewujudkan pembangunan yang berkeadilan dan inklusif dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan.
Pemerintah juga terus memprioritaskan sektor-sektor yang mengedepankan aspek keberlanjutan sebagai bagian dari upaya mencapai pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga:
Menko Airlangga Teken Kerja Sama Blue Economy Indonesia-RRT, Disaksikan Presiden Prabowo dan Presiden Xi Jinping
Hal tersebut sejalan dengan komitmen Indonesia mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 untuk menjadi negara high income country serta menjadi “Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”.
Untuk mewujudkannya, perlu dilakukan transformasi ekonomi antara lain melalui penerapan ekonomi hijau dan inklusif, optimalisasi nilai tambah, dan inovasi.
“Upaya Pemerintah yakni mendorong energi terbarukan, terutama terkait komitmen peningkatan penggunaan energi terbarukan menjadi 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050. Di sektor listrik, Energi Baru Terbarukan (EBT) per Semester I tahun 2023 lalu sudah mencapai 15%,” tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang hadir secara virtual dalam acara Indonesia SDGs Award (ISDA) 2023, Launching Buku ISCOS dan Seminar Internasional Corporate Forum for CSR Development (CFDC) di Jakarta, Senin (4/12).
Baca Juga:
Pemerintah Komitmen Jaga Kelangsungan Industri Tekstil Dalam Negeri
Pemerintah juga terus membangun PLT EBT on grid seperti PLTS Terapung, PLTS atap, dan co-firing biomassa PLTU eksisting di mana saat ini pemanfaatan biomassa sudah mencapai 306 ribu ton.
Pemerintah yakin implementasi PLT EBT tersebut akan mempercepat pencapaian target bauran EBT di tahun 2025 dan membantu pencapaian penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% dari business as usual dan 43,20% dengan bantuan internasional.
Selain itu di sektor non listrik, pengembangan Biofuel di Indonesia akan terus dikembangkan, baik dari biodiesel (bioetanol, HVO dan Bioavtur), CPO, non-CPO, maupun perusahaan industri skala besar serta masyarakat. Sebagai contoh, program wajib B35 di Indonesia telah memberikan manfaat seperti pengurangan 34,9 juta ton CO2 dan menyerap 1,6 juta orang pekerja on farm dan 12 ribu orang pekerja off farm.
Kebijakan berkelanjutan lain diantaranya yakni melalui pengembangan ekosistem electric vehicles dan pengembangan 20 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ramah lingkungan yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
“Pemerintah juga terus mendorong berbagai instrumen pembiayaan yang berbasis kepada hijau, seperti Green Sukuk dan SDG Bond terutama untuk membangun proyek-proyek yang berorientasi ramah lingkungan. Pemerintah juga mendorong instrumen alternatif seperti blended finance untuk memperkuat skema pembiayaan dari lembaga donor internasional seperti kemitraan dengan ADB, kemudian ada beberapa mekanisme transisi energi. BPDLH telah terbentuk dan terus juga memperkuat peningkatan kualitas pembiayaan,” ujar Menko Airlangga.
Selain itu, Menko Airlangga juga mengatakan bahwa dunia usaha turut berperan aktif dalam pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan melalui Corporate Social Responsibility (CSR). Program tersebut dapat dioptimalkan melalui sinergi dengan program-program Pemerintah, antara lain dalam mendukung pencapaian target Pemerintah dalam penghapusan kemiskinan ekstrem pada 2024.
Perencanaan dan penyaluran CSR juga dapat memanfaatkan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE) yang sudah dipadankan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Dengan demikian, program CSR dapat lebih tepat sasaran dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Pemerintah berharap berbagai stakeholders untuk ikut berinovasi mendukung kebijakan hilirisasi serta transisi ekonomi hijau,” pungkas Menko Airlangga Demikian dilansir dari laman ekongoid, Selasa (5/12).
[Redaktur: JP Sianturi]