WahanaNews.co | Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mendeteksi adanya mafia-mafia di balik kosongnya minyak goreng di pasaran. Pasalnya, dari data yang dimiliki, jutaan liter minyak goreng telah digelontorkan namun fakta di lapangan tidak sampai ke tangan masyarakat.
Dia mengatakan, berdasarkan data yang dimiliki, tiga wilayah yang distribusi minyak gorengnya berlimpah, seperti Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Jakarta, justru minyak goreng susah ditemukan. Artinya ada yang tidak beres di sini.
Baca Juga:
Mendag Budi Lakukan Pertemuan Bilateral dengan Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang
"Medan mendapatkan 25 juta liter minyak goreng. Rakyat Medan, menurut BPS (Badan Pusat Statistik), jumlahnya 2,5 juta orang. Jadi menurut hitungan, satu orang itu 10 liter. Saya pergi ke pasar dan supermarket Kota Medan, tidak ada minyak goreng," papar Mendag, dalam rapat kerja dengan Komisi VI, Kamis (17/3/2022).
"Ada tiga juga daerah yang mirip seperti ini. Yaitu, Jawa Timur yang distribusinya mencapai 91 juta liter, di Jakarta totalnya 85 juta liter dengan 11 juta rakyat, dan di Sumatera Utara distribusinya melimpah. Tapi masalahnya sama, minyak gorengnya hilang," sambung Mendag Lutfi.
Dari data tersebut, Mendag Lutfi beserta jajarannya beranggapan bahwa ada mafia-mafia nakal yang menyebabkan polemik ini.
Baca Juga:
Mendag Budi Lakukan Pertemuan Bilateral dengan Menteri Perdagangan Kanada
"Jadi, spekulasi kita, ini ada orang-orang yang mendapat kesempatan di dalam kesempitan. Dan tiga kota ini didominasi oleh industri dan pelabuhan. Kalau keluar dari pelabuhan, satu tongkang bisa 1.000 ton atau 1 juta liter di kali Rp7.000-8.000, untungnya Rp8-9 miliar," bebernya.
Anarkisnya tindakan mafia-mafia tersebut, diduga menjadi biang kerok hilangnya minyak goreng di beberapa wilayah. Mendag mengaku Kementerian Perdagangan tak sanggup melawan penyimpangan tersebut sendirian.
Lanjut Mendag, Kementerian Perdagangan hanya memiliki dua aturan untuk hal itu. Yakni UU No.7 dan 8. Namun, sayangnya undang-undang tersebut tidak bisa menjangkau spekulan-spekulan.
"Kementerian Perdagangan hanya memiliki 2 pasal untuk hal itu. Yakni UU No.7 dan 8 tetapi cangkokannya itu kurang untuk bisa mendapatkan mafia-mafia dan spekulan-spekulan," jelasnya.
"Jadi pelajaran yang kami dapat dari sini adalah ketika harga berbeda melawan pasar segitu tinggi, dengan permohonan maaf, Kementerian Perdagangan tidak dapat mengontrol. Karena ini sifat manusia yang rakus dan jahat," ucap Lutfi. [qnt]