WahanaNews.co | Agenda reformasi struktural merupakan salah satu fokus pemerintah sejak awal masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Melalui reformasi struktural, pemerintah berharap mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, mengurangi ketimpangan, meningkatkan investasi, dan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Johan Kasim menilai, selama sepuluh tahun terakhir pemerintah telah menjalankan berbagai agenda reformasi struktural baik dalam bentuk pembangunan infrastruktur, pembangunan kualitas sumber daya manusia, serta perbaikan regulasi. Menurutnya, seluruh langkah tersebut dilakukan untuk membangun struktur perekonomian yang lebih baik.
Baca Juga:
Dua Pekan Menjelang Pilkada Jakarta, Pasangan Calon Berebut Dukungan Jokowi-Anies
Saat diterpa pandemi, agenda reformasi struktural sedikit bergeser menjadi agenda penanganan pandemi. Pada 2024, Johan mengatakan konsistensi reformasi struktural harus terus dibangun. Banyak potensi perekonomian yang dapat didorong untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi lagi.
“Agenda reformasi struktural mentransformasikan perekonomian untuk mendorong penciptaan nilai tambah yang lebih besar dan juga inklusif sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi. Ini adalah agenda penting untuk kita bisa mencapai visi Indonesia maju 2045,” tegas Johan.
Johan juga menyebut, salah satu agenda reformasi struktural yang sangat menarik ialah hilirisasi di sisi sumber daya alam, salah satunya adalah nikel. Nikel digunakan sebagai komponen pembangun baterai mobil listrik atau motor listrik. Saat ini, kebutuhan dunia akan nikel juga tinggi.
Baca Juga:
Ribuan Warga Hadir, Saat Jokowi Blusukan di Banyumas Dampingi Luthfi
Hal ini dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk mendorong pengolahan nikel agar memiliki nilai tambah lebih besar lagi, bisa menarik investasi, dan membuka lapangan pekerjaan.
“Mungkin kita semua sudah pernah dengar mengenai pengolahan nikel. Indonesia merupakan negara penghasil nikel terbesar di dunia, tetapi kita tidak mau hanya mengekstraksi nikel lalu kemudian mengekspor nikel itu sendiri dalam bentuk mentah atau dalam bentuk mungkin olahan yang mempunyai nilai tambah yang sedikit,” ujar Johan. Demikian dilansir dari laman kemenkeugoid, Kamis (8/6). [jp/jup]