WahanaNews.co, Jakarta - Gerakan konsumen menandai tanggal 15 Maret sebagai Hari Hak Konsumen Sedunia setiap tahunnya, sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran global tentang hak dan kebutuhan konsumen.
Momentum ini membuka peluang untuk menuntut agar hak-hak konsumen lebih dihormati dan dilindungi, serta memprotes penyalahgunaan pasar dan ketidakadilan sosial yang merusak hak-hak tersebut.
Baca Juga:
Usul Luhut Buat AI Tandingan DeepSeek Disambut Baik Komdigi
Tahun ini, Hari Hak Konsumen Sedunia menyoroti masalah seperti misinformasi, pelanggaran privasi, dan praktik diskriminatif, serta bagaimana platform yang digerakkan oleh AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan dapat menyebarkan informasi yang salah dan melanggengkan bias.
KRT Tohom Purba, Ketua Umum Perapki (Persatuan Pengacara Perlindungan Konsumen Indonesia) mengungkapkan, Chatbot AI generatif mengubah cara banyak orang dalam mencari data dan informasi di berbagai platform.
"Terobosan dalam AI generatif menggemparkan dunia digital sejak tahun lalu. Untuk itu, konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang dapat dipercaya, dapat diverifikasi, dan bebas dari bias," kata Tohom, Jumat (15/3/2024).
Baca Juga:
Viral! Video AI Trump Cium Kaki Elon Musk Hebohkan Kementerian AS
Secara faktual, adopsi oleh konsumen telah berkembang pesat, dan teknologi ini akan memberikan dampak yang sangat besar, dalam cara orang-orang bekerja, berkreasi, berkomunikasi, hingga mengumpulkan informasi.
Menurut Tohom, di sini ada peluang yang begitu nyata. Jika digunakan dengan benar, AI generatif dapat meningkatkan layanan konsumen, bahkan meningkatkan saluran ganti rugi.
"Namun, hal ini juga akan memiliki implikasi serius bagi keamanan konsumen dan keadilan digital. Dengan perkembangan yang terjadi sangat cepat, kita harus bergerak cepat untuk memastikan masa depan AI yang adil dan bertanggung jawab," katanya,
Sesuai Undang-undang Perlindungan Konsumen Tahun 1999, lanjutnya, Konsumen memiliki hak atas informasi yang benar dan tidak bias, sebagai fondasi dari pengambilan keputusan yang tepat.
"Di era ketika AI semakin mendominasi ruang digital, informasi yang salah dapat menyebabkan konsekuensi yang serius, baik dalam konteks pribadi maupun sosial. Dengan informasi yang akurat, konsumen dapat membuat keputusan yang lebih baik terkait pembelian, kesehatan, politik, dan berbagai aspek kehidupan lainnya," bebernya.
Tohom juga menyebutkan, dalam masyarakat yang semakin terkoneksi dan dipengaruhi oleh media sosial dan platform daring, informasi akurat menjadi kunci untuk menghindari penyebaran disinformasi dan propaganda.
"Konsumen yang memiliki akses terhadap informasi akurat dapat terhindar dari jebakan gelembung informasi atau echo chamber, dan memahami berbagai isu lebih komprehensif. Di sini, kebutuhan akan informasi yang benar jadi landasan untuk memastikan bahwa AI dapat digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan yang adil dan rasional," bebernya.
Tohom memandang pentingnya edukasi konsumen sebagai elemen kunci dalam melindungi hak-hak mereka di era AI.
"Selain perlu perlindungan hukum yang lebih kuat terkait efek negatif AI, konsumen juga perlu dibekali pemahaman tentang bagaimana AI bekerja, risiko yang terkait dengan penggunaannya, serta cara mengidentifikasi dan menanggapi informasi yang mungkin tidak akurat," pungkasnya.
[Redaktur: Sandy]