WahanaNews.co, Jakarta - Deflasi selama tiga bulan berturut-turut menjadi tanda pelemahan daya beli masyarakat. Salah satu pelemahan itu tampak dari penurunan penjualan kendaraan bermotor.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan wholesales mobil nasional turun 19,4% secara tahunan atau year on year (yoy) pada Januari-Juni 2024. Penjualan ritel mobil juga turun 14% yoy di periode itu.
Baca Juga:
Bisnis Baru Telkom Jadi Primadona, Valuasi Tembus Rp 16 Triliun
Pelemahan daya beli ini melengkapi sinyal kelesuan ekonomi dalam negeri. Jika tak sigap menanganinya, ekonomi Indonesia terancam masuk krisis. Lantaran, masih ada dua faktor lagi yang menunjukkan ekonomi nasional sedang lesu.
Yakni data Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang merosot ke level 49,7 per Juli dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kian membesar. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, jumlah karyawan yang terkena PHK Per Juni 2024 mencapai 32.064 orang atau naik 21,45% yoy.
Sepertinya belum cukup sampai di sini, himpitan perekomian nasional masih ditambah oleh kondisi global yang juga tak baik-baik saja. Terbaru, ada kabar menyeruak soal Amerika Serikat (AS) yang bakal mengalami resesi. Ini dipicu oleh melemahnya data ketenagakerjaan AS. Kepanikan investor terjadi lantaran mereka mengaitkan kondisi ini dengan Sahm Rule.
Baca Juga:
Pemerintah Kota Palu dan BEI Edukasi Perempuan tentang Investasi Bodong dan Keuangan
Menurut rumus yang dibuat mantan ekonom Gedung Putih Claudia Sahm ini, bila selisih antara rerata tingkat pengangguran dalam tiga bulan terakhir dengan tingkat pengangguran terendah setahun terakhir mencapai 0,5 poin persentase, ada potensi krisis yang terjadi.
Dua berita ini tentang kondisi ekonomi menjadi sorotan pembaca Kontan selama sepekan ini. Tak heran, beberapa bulan terakhir, investor memang menunggu kelanjutan kabar tentang data-data ekonomi untuk menentukan arah investasi ke depan. Namun, investor juga masih bisa bernafas lega lantaran ada 16 emiten dengan kapitalisasi pasar (market cap) terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah mengumumkan laporan keuangan semester I-2024.
Dari 16 emiten tersebut, sembilan diantaranya membukukan pertumbuhan laba bersih. Ambil contoh emiten big bank yakni BBCA, BBRI dan BMRI. Lalu, kinerja AMMN juga moncer dengan lonjakan laba bersih hingin 300% yoy. Kabar soal emiten big cap yang mengendalikan arah pasar bursa ini pun menyedot perhatian kalangan masyarakat.