Rusia dan China adalah dua negara pengekspor dua jenis bahan baku pupuk NPK, yakni Fosfor (P) dan Kalium (K) terbesar. Hal ini tentu membuat pupuk jenis ini mengalami kelangkaan akibat kebijakan penghentian ekspor dua jenis pupuk tersebut. Jenis pupuk ini memang tidak mungkin diproduksi di Indonesia. Meski Indonesia bisa menghasilkan Nitrogen terbaik dan Urea yang cukup besar di dunia. Namun, tanpa Fosfor dan Kalium dari Rusia dan China, sulit bagi Indonesia untuk membuat NPK sendiri.
3. Kenaikan Harga Komoditas Dunia
Baca Juga:
Mendagri Apresiasi Perjuangan Mentan Amran Tambah Alokasi Pupuk
Selain pembatasan ekspor yang dilakukan Rusia dan China, meroketnya harga pupuk juga diperparah melalui kenaikan harga komoditas dunia yang menjadi bahan baku pembuatan pupuk. Menurut Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag Isy Karim, melonjaknya harga berbagai komoditas dunia seperti amonia, phosphate rock, KCL, gas dan minyak bumi karena pandemi, krisis energi di Eropa serta adanya kebijakan beberapa negara yang menghentikan ekspornya, menjadi salah satu penyebab meroketnya harga pupuk nonsubsidi di Indonesia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Ali Jamil menuturkan bahwa kenaikan harga gas alam turut mempengaruhi harga pupuk Urea dan ZA di tingkat petani.
Baca Juga:
Masuk Daftar 500 Perusahaan Terbaik, Pupuk Indonesia Berjaya di Kancah ASEAN
Stok Pupuk Aman Hingga Setelah Lebaran
Meskipun harga bahan baku pupuk naik berkali lipat, namun pemerintah menetapkan harga pupuk subsidi tetap. Akan tetapi, untuk pupuk nonsubsidi akan dilakukan penyesuaian harga. Selama harga pupuk di tingkat internasional masih tinggi, maka harga pupuk non subsidi di dalam negeri juga mengikuti karena pupuk nonsubsidi sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar.
Adapun stok pupuk subsidi per 10 April 2022 ada sebanyak 828.393 ton. Stok ini diperkirakan cukup untuk persediaan hingga satu bulan yakni setelah Lebaran.