WahanaNews.co | Pada tahun 2016, cabai rawit Hiyung telah terdaftar sebagai varietas tanaman hortikultura di Kementerian Pertanian.
Dengan status tersebut ada kosekuensi terhadap Pemerintah Kabupaten Tapin untuk turut bertanggung jawab atas perkembangan dan pembudidayaannya agar keberadaan cabai Hiyung tetap terjaga dan tetap lestari.
Baca Juga:
Sebutkan Data MVA dan Kontribusi Ekonomi Manufaktur, Menperin Tepis Isu Deindustrialisasi
Selain itu, cabai rawit Hiyung Tapin juga telah terdaftar sebagai produk Indikasi Geografis Indonesia pada tahun 2020. Cabai ini dianggap sebagai varietas unik yang dapat dikembangkan dan diolah menjadi beragam produk.
Direktur IKM Pangan, Furnitur, dan Bahan Bangunan Ditjen IKMA, Yedi Sabaryadi mengatakan, berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Tapin, Cabai Rawit Hiyung memiliki tingkat kepedasan mencapai 2.333,05 ppm (kadar capcaisin) jauh lebih tinggi dibanding cabai rawit lainnya.
“Dengan teknologi yang tepat, cabai unik ini dapat dikembangkan jadi beraneka ragam makanan sehingga dapat memberi nilai tambah bagi petani,” tuturnya.
Baca Juga:
Menperin Kenalkan Konsep Green Mobility Fasilitasi Teknologi Otomotif Masa Depan
Yedi menyebut, banyak komoditas hortikultura yang mempunyai nilai tinggi dalam bentuk segar, namun saat pascapanen komoditas tersebut cepat rusak, sehingga memerlukan penanganan khusus untuk menjaga kualitas produk, salah satunya cabai rawit Hiyung.
“Oleh sebab itu, Ditjen IKMA Kemenperin terus melakukan pendampingan pada pelaku IKM setempat agar cabai Hiyung mampu bisa diolah menjadi berbagai produk turunan,” imbuhnya.
Selama ini, banyak petani dan pelaku IKM di Tapin terbiasa hanya menjual cabai segar dan abon cabai. Padahal, cabai Hiyung bisa diolah menjadi aneka produk seperti sambal, bubuk cabai kering, minyak cabai, saus, dan sebagainya. “Selama empat hari pendampingan, kami berhasil mengolah cabai Hiyung menjadi delapan produk,” ucap Yedi.