Ia menekankan bahwa pelanggaran ini sangat serius karena beras merupakan komoditas pokok yang menyangkut hajat hidup banyak orang. “Jadi ini termasuk dalam hak fundamental konsumen untuk mendapatkan beras yang sesuai,” ujarnya lagi.
Menurut Niti, pelanggaran terhadap standar kualitas produk pangan dapat dikenai sanksi pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumannya mencapai lima tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar.
Baca Juga:
Polda Riau Gerebek Gudang Beras Oplosan, 9 Ton Disita
Ia juga mengingatkan bahwa praktik pengoplosan beras dapat menurunkan kepercayaan konsumen terhadap produk pangan dalam negeri. Ketika kualitas tidak sesuai, hak konsumen jelas telah dilanggar, dan ini bisa berdampak jangka panjang terhadap perilaku konsumsi masyarakat.
YLKI menyarankan adanya penguatan sistem pengawasan dari hulu sampai hilir dalam rantai distribusi beras.
Mulai dari tahapan pre-market seperti pemeriksaan administrasi, pengecekan fisik sarana produksi, hingga uji laboratorium untuk menjamin kualitas beras.
Baca Juga:
Penyumbang Konsumen Terbanyak dan Ditetapkan Sebagai Objek Nasional, ALPERKLINAS Minta Pemerintah dan PLN Siapkan Cadangan Listrik Bali 25 Persen dari Beban Puncak
“Pengawasan post-market ketika beras sudah masuk ke ritel juga harus dijaga kualitasnya dengan melakukan pengawasan secara berkala,” tutur Niti.
Ia menekankan bahwa pengawasan tidak boleh hanya bersifat insidental, tetapi harus menjadi sistem berkelanjutan.
Selain itu, menurutnya, masyarakat memiliki peran strategis dalam memerangi praktik curang tersebut.