WahanaNews.co, Jakarta - Kawasan Hotel Sultan telah dipasangi spanduk yang menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan aset negara. Hal ini dilakukan agar Pontjo Sutowo, pemilik hotel, segera mengosongkan lahan tersebut.
Spanduk itu bertuliskan "Tanah Ini Aset Negara Milik Pemerintah Republik Indonesia Berdasarkan HPL Nomor 1/Gelora Atas Nama Sekretariat Negara C.Q PPKGBK dan Telah Dinyatakan Salah Oleh Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 276 PK/PDT/2011."
Baca Juga:
PLN Sukses Kawal Pasokan Listrik Kunjungan Paus Fransiskus dan Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024
Selain itu, pihak Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK), Sekretariat Negara, dan kepolisian juga telah mendatangi Hotel Sultan untuk memperingatkan tenggat waktu pengosongan hotel sudah habis pada tanggal 29 September 2023 lalu. Hak Guna Bangunan (HGB) bahakan telah habis pada Maret-April 2023.
Lantas, bagaimana ceritanya Pontjo Sutowo bisa membangun hotel di tanah negara?
Melansir Detik Finance, PT Indobuildco adalah perusahaan yang dimiliki oleh keluarga Ibnu Sutowo, yang menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Baca Juga:
Kemenkomarves Apresiasi Charging Station PLN di ISF 2024
Perusahaan ini dikelola oleh anak Ibnu Sutowo, yaitu Pontjo Sutowo. Pada tahun 1973, PT Indobuildco membangun Hotel Sultan di kawasan Gelora Bung Karno (GBK) ketika DKI Jakarta menjadi tuan rumah konferensi pariwisata se-Asia Pasifik.
Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin, meminta Pertamina untuk membangun hotel di area GBK.
Ali Sadikin memilih Pertamina untuk proyek ini karena pada saat itu Pertamina berada dalam kondisi finansial yang kuat, sehingga memiliki sumber daya finansial yang cukup.
Namun, sejak awal pembangunan hotel di kawasan GBK tersebut, proyek ini telah menghadapi masalah. Sebab, Direktur Utama Pertamina saat itu, Ibnu Sutowo, membangun hotel tersebut di kawasan Senayan melalui perusahaan swasta bernama PT Indobuildco.
Singkatnya Hotel Sultan tetap dibangun dengan disyaratkan PT Indobuild Co hanya memiliki Hak Guna Bangunan (HGB)selama 30 tahun. Maka seharusnya HGB itu terakhir pada tahun 2002.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Hadi Tjahjanto mengungkapkan bahwa sebelum masa HGB belum berakhir pada tahun 1989, ATR/BPN telah mengeluarkan surat Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL) yang juga mencakup kawasan GBK.
Sehubungan dengan hal tersebut, PT Indobuildco mengajukan masa perpanjangan yang permintaannya ditolak di tahun 1999. Mereka mengatakan bahwa secara administrasi ketentuan kepemilikan tertuang dalam HGB Nomor 26 yang berakhir tanggal 4 Maret 2023 dan HGB Nomor 27 yang berakhir tanggal 3 April 2023.
Hadi menegaskan karena masa kepemilikan sudah melewati batas akhir, PT Indobuildco sudah tidak berhak atas lahan tersebut. "Pemilik awal, PT Indobuildco sudah tak memiliki hak lagi atas tanah tersebut," kata Hadi.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia (Menko Polhukam), Mahfud Md, juga mengklarifikasi bahwa tanah tersebut merupakan properti negara, atau dengan kata lain, saat ini kepemilikan lahan tersebut berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).
Namun, Pontjo Sutowo mengklaim bahwa lahan tempat Hotel Sultan berdiri telah diberikan oleh ayahnya, Ibnu Sutowo.
Karena lokasi Hotel Sultan berdekatan dengan GBK, Pontjo menganggap bahwa pemerintah sedang berusaha mengatur kepemilikan aset di kawasan tersebut.
"Ya begini, hubungan satu-satunya kita ini bertetangga dengan GBK karena tempat yang diberikan oleh ayah saya ya bertetangga begitu," kata Pontjo Sutowo dikutip dari detikProperti.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]