Namun, sejak awal pembangunan hotel di kawasan GBK tersebut, proyek ini telah menghadapi masalah. Sebab, Direktur Utama Pertamina saat itu, Ibnu Sutowo, membangun hotel tersebut di kawasan Senayan melalui perusahaan swasta bernama PT Indobuildco.
Singkatnya Hotel Sultan tetap dibangun dengan disyaratkan PT Indobuild Co hanya memiliki Hak Guna Bangunan (HGB)selama 30 tahun. Maka seharusnya HGB itu terakhir pada tahun 2002.
Baca Juga:
PLN Sukses Kawal Pasokan Listrik Kunjungan Paus Fransiskus dan Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Hadi Tjahjanto mengungkapkan bahwa sebelum masa HGB belum berakhir pada tahun 1989, ATR/BPN telah mengeluarkan surat Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL) yang juga mencakup kawasan GBK.
Sehubungan dengan hal tersebut, PT Indobuildco mengajukan masa perpanjangan yang permintaannya ditolak di tahun 1999. Mereka mengatakan bahwa secara administrasi ketentuan kepemilikan tertuang dalam HGB Nomor 26 yang berakhir tanggal 4 Maret 2023 dan HGB Nomor 27 yang berakhir tanggal 3 April 2023.
Hadi menegaskan karena masa kepemilikan sudah melewati batas akhir, PT Indobuildco sudah tidak berhak atas lahan tersebut. "Pemilik awal, PT Indobuildco sudah tak memiliki hak lagi atas tanah tersebut," kata Hadi.
Baca Juga:
Kemenkomarves Apresiasi Charging Station PLN di ISF 2024
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia (Menko Polhukam), Mahfud Md, juga mengklarifikasi bahwa tanah tersebut merupakan properti negara, atau dengan kata lain, saat ini kepemilikan lahan tersebut berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).
Namun, Pontjo Sutowo mengklaim bahwa lahan tempat Hotel Sultan berdiri telah diberikan oleh ayahnya, Ibnu Sutowo.
Karena lokasi Hotel Sultan berdekatan dengan GBK, Pontjo menganggap bahwa pemerintah sedang berusaha mengatur kepemilikan aset di kawasan tersebut.