WahanaNews.co | Berdasarkan hasil pantauan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dari sebanyak 21.373 iklan produk jasa keuangan di tahun 2022, 460 di antaranya melanggar ketentuan perlindungan Konsumen dan Masyarakat.
Hal itu diungkapkan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi, berdasarkan Sistem Pemantauan Iklan Jasa Keuangan (SPIKE).
Baca Juga:
Fenomena E-commerce: Nilai Transaksi Fantastis, tapi Ribuan Kasus Penipuan Mengintai
Pelanggaran yang paling umum dalam pemantauan ini adalah iklan tidak mencantumkan frasa “syarat dan ketentuan yang berlaku”, mencantumkan frasa “kuota terbatas”, “persediaan hadiah terbatas” atau kalimat lain yang bermakna sama tanpa informasi kuota/hadiah yang disediakan.
Selain itu juga ada iklan yang tidak mencantumkan informasi yang dapat membatalkan janji manfaat, misal periode program, minimum pembelian pada badan iklan.
"OJK juga telah menjalankan Operasi Intelijen Pasar yang dilakukan secara incognito sesuai dengan tema yang ditetapkan. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi terkait isu perlindungan konsumen yang terjadi secara riil di lapangan," ujar Friderica, dalam acara Sosialisasi Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen dan Masyarakat, Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Baca Juga:
Berikut 4 Tips Jadi Konsumen yang Cerdas dan Bijak!
Perkuat Perlindungan Konsumen
Friderica mengungkapkan, pihaknya meminta Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) untuk terus memperkuat upaya perlindungan konsumen secara menyeluruh dalam setiap produk dan layanan jasa keuangan yang ditawarkan ke masyarakat.
Penerapan perlindungan konsumen yang dilakukan PUJK akan diawasi secara ketat oleh OJK melalui Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan atau market conduct yang mengharuskan aspek perlindungan konsumen dalam setiap proses produk yang dikeluarkan PUJK.
“Pengawasan perilaku pelaku usaha jasa keuangan yang efektif sangat kritikal agar konsumen dapat terlindungi dari praktik bisnis yang unfair sebagaimana memastikan juga bahwa tujuan dari inklusi keuangan itu juga tercapai secara bertanggung jawab dan sustain dan menjaga integritas dari sistem keuangan," tutur dia, melansir Liputan6.com.
Oleh karena itu, OJK telah mendapatkan penegasan kewenangan untuk memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan khususnya melalui Pengawasan Perilaku Pasar (Market Conduct) Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
"Dalam melakukan perlindungan konsumen, OJK berpedoman pada prinsip strike the right balance, yang berpegangan bahwa jika konsumen terlindungi dengan baik maka industri jasa keuangan akan semakin berkembang karena besarnya kepercayaan konsumen terhadap produk dan layanan jasa keuangan," bebernya. [afs/eta]