Oleh karena itu, pemerintah mendorong pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT. Selain itu, pemerintah juga meminta PT PLN (Persero) melakukan percepatan pengakhiran
waktu operasi PLTU milik sendiri dan/atau kontrak Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) PLTU yang dikembangkan oleh Pengembang Pembangkit Listrik (PPL), dengan mempertimbangkan kondisi penyediaan dan permintaan listrik.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Resmikan 55 Proyek Pembangkit EBT, Termasuk Program Lisdes PLN di Berbagai Wilayah Indonesia
Percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU ini dilaksanakan dengan memperhatikan kriteria, seperti kapasitas, usia pembangkit, utilisasi, emisi gas rumah kaca PLTU, dan nilai tambah ekonomi.
Lalu, ketersediaan dukungan pendanaan dalam negeri dan luar negeri serta ketersediaan dukungan teknologi dalam negeri dan luar negeri.
Perpres itu menjelaskan dalam hal pelaksanaan percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU juga memerlukan penggantian energi listrik dengan pembangkit EBT. Penggantian itu pun harus mempertimbangkan kondisi penyediaan dan permintaan listrik.
Baca Juga:
55 Proyek Pembangkit EBT dan Program Lisdes PLN Diresmikan Presiden Prabowo
Adapun seluruh percepatan pengakhiran waktu PLTU itu ditetapkan oleh Menteri ESDM setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri keuangan dan menteri BUMN.
Lebih lanjut, pemerintah juga memberikan dukungan fiskal melalui kerangka pendanaan dan pembiayaan termasuk blended finance yang bersumber dari APBN atau belanja negara dan/atau sumber-sumber lainnya yang sah ditujukan untuk mempercepat transisi energi. Selanjutnya, dukungan fiskal itu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. [tum]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.