WahanaNews.co | Limbah batu bara ternyata bisa disulap dan dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk NPK. Hal ini dipaparkan Holding BUMN Pupuk Indonesia dalam konvensi inovasi Pupuk Indonesia Quality Improvement (PIQI) 2022 .
Ketua Gugus Inovasi Operasional (GIO) Fly Ash-Bottom Ash (FABA) dari PT Petrokimia Gresik Verona Amelia mengatakan bahwa tema inovasinya adalah menurunkan biaya pengelolaan limbah batu bara atau FABA dari Rp 269 juta per bulan menjadi nol rupiah per bulan.
Baca Juga:
Pupuk Palsu Merajalela: 27 Perusahaan Jadi Tersangka, Kerugian Capai Rp 3,2 Triliun
Limbah batu bara tersebut juga dimanfaatkan menjadi substitusi filler clay atau bahan baku pupuk NPK di Petrokimia Gresik. Sehingga menurunkan biaya pengelolaan limbah dan pembelian clay dengan total penghematan sebesar Rp7,4 miliar per tahun.
“Berawal dari status limbah batu bara, yaitu fly ash dan bottom ash, yang merupakan limbah B3. Namun pada tahun 2021, keluar Peraturan Pemerintah atau PP No. 22 Tahun 2021 yang mengeluarkan FABA dari kategori limbah B3,” kata Verona dilansir dari Antara, Minggu (11/9/2022).
Dengan keluarnya regulasi tersebut, Verona bersama sembilan anggota gugus inovasi lainnya melihat peluang penghematan biaya operasional perusahaan dengan melakukan pengelolaan limbah batu bara secara internal.
Baca Juga:
Cangkang Telur Bisa Jadi Pupuk Tanaman, Simak Cara Membuatnya
Karena saat berstatus sebagai limbah B3, FABA harus dikelola oleh pihak ketiga dan memakan biaya sebesar Rp269 juta setiap bulannya.
“Dengan inovasi ini, kami memanfaatkan FABA menjadi pengganti clay pada pupuk NPK. Kenapa jadi filler? Kami melihat ada karakteristik atau kandungan yang sama antara FABA dengan filler clay yang biasa digunakan pada pupuk NPK,” jelas Verona yang juga akrab disapa Vero.
Setelah dilakukan uji coba, ternyata pemanfaatan FABA menjadi clay masih dalam batasan Standar Nasional Indonesia (SNI) pupuk NPK. Selain itu, dilakukan juga uji coba pada tanaman padi. Hasilnya, pupuk NPK dengan clay dari FABA memiliki kualitas yang sama baiknya dengan pupuk NPK tanpa FABA.
Dia mengatakan inovasi ini memiliki dampak positif bagi perusahaan seperti kualitas lingkungan menjadi lebih baik, karena limbah dapat dimanfaatkan.
Kemudian biaya pengelolaan limbah turun 100%, pengiriman limbah FABA kepada pihak ketiga menurun 52%, nilai risiko gangguan kesehatan dan keselamatan menurun, kenyamanan bekerja menjadi lebih baik, serta sejalan dengan PP No. 22 Tahun 2021 terkait pengelolaan FABA.
“Kemudian, paten juga kita dapat. Sudah kita sampaikan juga pada seminar skala nasional dan internasional, masuk dalam jurnal internasional, menjadi salah satu dasar pembuatan naskah akademik di Balitbangtan Kementan, serta telah diadopsi juga oleh teman-teman di Pusri Palembang,” jelas Vero. [qnt]