WahanaNews.co | Baru-baru ini sedang marak serangan siber menghantam situs milik pemerintah RI. Serangan ini juga ternyata menjadi ancaman di sektor perbankan. Bahkan, disebutkan kerugian perbankan akibat serangan siber mencapai ratusan miliar.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat mengungkapkan, perbankan mencatatkan kerugian riil sebesar Rp 246,5 miliar akibat serangan siber pada semester I 2020 - semester I 2021.
Baca Juga:
Terkena Serangan Ransomware, Data PDNS Tak Bisa Dipulihkan
"Tetapi dari kerugian riil itu, terdapat potensi kerugian Rp 208,4 miliar dan nilai pemulihan sebesar Rp 302,5 miliar dari laporan yang kami terima," kata Teguh pada peluncuran Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan di Jakarta, Selasa (26/10).
Tak hanya perbankan, nasabah juga dirugikan. Pada periode yang sama, nasabah perbankan mengalami kerugian sebesar Rp 11,8 miliar, potensial kerugian Rp 4,5 miliar dengan nilai pemulihan Rp 8,2 miliar.
Sementara kerugian dari pihak lain menyentuh angka Rp 9,1 miliar, potensi kerugian Rp 3,8 miliar dan nilai pemulihan sebesar Rp 3,8 miliar. Artinya, porsi kerugian bank paling besar yakni 77% dari total kerugian. Menyusul nasabah dan pihak lain masing - masing sebesar 20% dan 3%.
Baca Juga:
Pusat Data Nasional Diserang Siber, BSSN Sebut Pelaku Minta Rp131 Miliar
Tak hanya kerugian, serangan siber juga menyebabkan kasus fraud di perbankan naik. Pada periode tersebut, terdapat 7.087 laporan kasus fraud. Sebanyak 45% kejadian fraud tersebut terjadi pada semester II 2020.
Dari jumlah tersebut, mayoritas kejadian fraud menggunakan siber sebesar 71,6% terjadi di bank umum milik pemerintah. Disusul bank swasta 28% dan bank asing 0,3%.
"Jenis fraud dengan penggunaan siber yang masuk ke dalam tindakan lain sebesar 47,48% dari total kasus dengan kecenderungan kejadian antara lain skimming dan social engineering," jelas dia.