WahanaNews.co, Jakarta - Saat ini Indonesia berada di peringkat 16 negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Dalam 20 tahun, Indonesia bercita-cita menjadi nomor empat. Indonesia akan terus berupaya agar dapat masuk dalam kelompok negara dengan ekonomi terpenting dunia.
Penguatan hubungan kerja sama ekonomi bilateral dengan berbagai negara tentunya akan membantu Indonesia mencapai tujuannya, termasuk juga kerja sama dengan Jerman.
Baca Juga:
Menko Airlangga Teken Kerja Sama Blue Economy Indonesia-RRT, Disaksikan Presiden Prabowo dan Presiden Xi Jinping
“Saya bertemu dengan Menteri Ekonomi Federal Robert Habeck dan berharap dapat memulai bisnis antara Jerman, ekonomi terbesar di Eropa, dan Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Lebih dari itu, kami menginginkan akses yang lebih baik terhadap teknologi dan investasi Jerman. Akses pasar yang lebih mudah juga penting bagi kami,” tutur Menteri Koordinator Bidang Perkonomian RI Airlangga Hartarto dalam wawancara dengan Handelsblatt di sela-sela kunjungan kerja ke Jerman beberapa waktu lalu.
Dalam kesempatan tersebut, Menko Airlangga menegaskan bahwa Indonesia membuka peluang investasi dari semua pihak.
“Saya rasa investasi tidak memiliki bendera. Kami sangat terbuka untuk semua pihak. Jadi menurut saya (yang berinvestasi di Indonesia) bukan hanya Tiongkok, tapi juga ada AS di sisi tembaga (Freeport). Dulu juga ada Jepang di sisi bauksit. Oleh karena itu, untuk nikel kami belajar dari sejarah tersebut. Sebelum investasi di nikel, Indonesia mengekspor baja hanya USD2 miliar. Itu sekitar tahun 2014. Namun sekarang jumlahnya mencapai USD26-30 miliar dalam setahun.Jadi ini merupakan nilai tambah bagi masyarakat Indonesia,” jelas Menko Airlangga.
Baca Juga:
Pemerintah Komitmen Jaga Kelangsungan Industri Tekstil Dalam Negeri
Menko Airlangga menambahkan bahwa di masa depan nikel Indonesia juga akan berbasis energi hijau melalui pabrik peleburan yang dioperasikan dengan tenaga air, pembangkit listrik tenaga gas, atau bahkan pembangkit listrik tenaga surya. Tentunya akan dilakukan transisi energi di Indonesia.
Namun di sisi lain, Indonesia harus tetap kompetitif dengan produk yang dihasilkan, sehingga biaya menjadi hal yang krusial. Meski begitu, Green nickel dan pertambangan berkelanjutan akan terus berproses secara bertahap.
Menko Airlangga tidak menganggap pembatasan perdagangan menjadi rintangan dalam negosiasi perdagangan bebas dengan Uni Eropa. Menurut Menko Airlangga, Indonesia berhak mengelola hasil alamnya sendiri. Pemberlakukan larangan ekspor bahan mentah yang belum diolah tentunya bertujuan agar Indonesia memiliki daya saing global. Dengan begitu, Indonesia dapat membawa nilai tambah ke dalam negeri yang membawa keuntungan bagi rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, terkait negosiasi dengan Uni Eropa, Menko Airlangga mengungkapkan bahwa Indonesia ingin diperlakukan secara adil. Hal ini melihat bagaimana Eropa memperlakukan Indonesia secara berbeda, misalnya dengan Vietnam dan Thailand. Negosiasi IEU CEPA tak kunjung usai dalam 7 tahun terakhir. Padahal Indonesia memiliki peran besar dalam tatanan perekonomian dunia. Indonesia tidak mau menunggu terlalu lama.
“Kami telah membuktikannya selama Indonesia memimpin G20, ada inklusivitas, suara negara-negara selatan juga lebih diperhitungkan. Kami ingin melihat semuanya bersama demi kepentingan semua pihak. Dapat kita lihat, meski dunia ini besar di satu sisi, namun dunia ini juga menjadi semakin kecil di sisi lain. Hal yang terjadi jauh di Ukraina tetap memberikan dampak terhadap orang-orang di Indonesia. Mereka tidak tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi di Ukraina, namun mereka harus menanggung akibatnya. Itu yang tidak diinginkan Indonesia. Hal yang sama terjadi terhadap Israel dan Hamas, ketika harga minyak naik, orang-orang di jalanan (Indonesia) yang akan menderita. Kami tidak ingin penderitaan ini dirasakan secara global. Sehingga apabila kita bisa membantu mereka, itu akan membantu masyarakat Indonesia juga,” tutur Menko Airlangga.
Optimisme Menko Airlangga terhadap cita-cita Indonesia menjadi negara maju juga disebutkan dalam wawancara tersebut. Saat ini Indonesia menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-16.
Jika di tahun 2045 nanti jumlah penduduknya sekitar 320 juta orang dengan PDB USD30.000 per kapita, berarti Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian sejumlah USD9 triliun. Di sinilah tugas Pemerintah Indonesia untuk menciptakan banyak lapangan kerja baru agar dapat mewujudkan cita-cita bangsa tersebut.
“Saat ini Jerman memiliki ekonomi sekitar USD4 triliun. Jadi anda bisa membandingkan seberapa besar Indonesia di 2045 nanti. Namun tentunya banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, di antaranya tentu upaya value added akan dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia. Siapa lagi yang akan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat indonesia? Tentu hanya Pemerintah Indonesia yang memikirkan rakyat Indonesia. Itulah alasannya mengapa kami perlu mengambil kebijakan yang berpihak kepada masyarakat Indonesia, sekaligus menempatkan Indonesia dalam jaringan rantai pasok global,” pungkas Menko Airlangga. Demikian dilansir dari laman ekongoid, Sabtu (18/5).
[Redaktur: Alpredo Gultom]