WahanaNews.co, Jakarta - Alasan pemerintah menjalankan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) diungkap Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko.
Ia menekankan kalau program ini bukan potong gaji, melainkan tabungan. Semua itu diungkapkan Moeldoko dalam keterangan pers di kantornya, Jakarta, Jumat (31/5/2024).
Baca Juga:
Usai Demo Tolak Tapera 8 Mahasiswa Jadi Tersangka di Makassar
Dia mengatakan, sejak mula Jokowi bekerja, reformasi terus dilakukan di berbagai sektor, khususnya yang berkaitan dengan sandang, pangan, dan papan. Tapera, menurut Moeldoko, berkaitan dengan papan dan itu tugas konstitusi karena ada UU. "UU yang harus dijalankan presiden," ujarnya.
Eks Panglima TNI itu menjelaskan, dasar hukum Tapera adalah UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Menurut dia, Tapera merupakan perpanjangan dari Bapertarum-PNS.
"Dulu dikhususkan untuk ASN, sekarang diperluas kepada pekerja mandiri dan juga swasta. Kenapa diperluas? Ada problem backlog yang dihadapi pemerintah di mana sampai saat ini ada 9,9 juta masyarakat Indonesia yang belum memiliki rumah. Ini data dari BPS," kata Moeldoko.
Baca Juga:
Banyak Mendapat Penolakan, UU Tapera Digugat ke MK
Untuk itu, lanjut dia, pemerintah berpikir keras menyelesaikan masalah tersebut. Apalagi jumlah kenaikan gaji dan tingkat inflasi di sektor perumahan tidak seimbang.
"Agar masyarakat bisa walaupun terjadi inflasi tetapi masih bisa punya tabungan untuk membangun rumahnya. Itu yang sebenarnya dipikirkan," ujar Moeldoko.
Caranya, menurut dia, dengan skema yang melibatkan pemberi kerja. Dalam hal ini pemerintah untuk PNS (0,5%) dan pegawai swasta (0,5%).
Lebih lanjut, dia menilai masyarakat juga perlu memahami Tapera bukan hanya ada di Indonesia. Pemerintah di berbagai negara juga menjalankan skema seperti ini antara lain Malaysia, Singapura, dan beberapa negara lain.
"Jadi saya ingin tekankan Tapera ini bukan potong gaji atau iuran. Tapera ini adalah tabungan. Dalam UU ini diwajibkan," kata Moeldoko.
[Redaktur: Alpredo Gultom]