WAHANANEWS.CO, Jakarta - Setelah PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi dinyatakan bangkrut, Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ahmad Luthfi berkomitmen menampung para pekerja yang terkena PHK dengan menyalurkan mereka ke perusahaan-perusahaan lain di provinsi tersebut.
Selain itu, ia juga akan menyediakan program pelatihan kerja bagi mereka yang terdampak.
Baca Juga:
47 Kepala Daerah Absen di Retreat Akmil, Sebagian Tanpa Kabar
"Kami akan mengadakan program vokasi melalui Badan Latihan Kerja (BLK). Saya sudah berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk memastikan langkah penanganan ini," ujar Luthfi pada wartawan, beberapa waktu lalu.
Luthfi menambahkan bahwa pekerja yang terkena PHK akan diberikan kesempatan untuk bekerja di perusahaan lain di Jawa Tengah.
"Kami berupaya menyalurkan mereka ke perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja, sehingga tingkat pengangguran di Jateng tidak meningkat drastis," katanya.
Baca Juga:
Kabar Gembira untuk Kudus, TPA Tanjungrejo Dibuka Kembali Mulai 26 Januari 2025
Sementara itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jateng, Ahmad Aziz, mengungkapkan bahwa sekitar 8.000 lowongan pekerjaan telah disiapkan untuk menampung pekerja Sritex yang terdampak PHK.
"Pemerintah daerah Sukoharjo telah menyediakan sekitar 8.000 lowongan bagi mereka yang ingin kembali bekerja," jelasnya.
Aziz juga menyebut bahwa perusahaan-perusahaan yang siap menampung pekerja Sritex berlokasi di Sukoharjo dan sekitarnya.
Mengingat banyak pekerja yang telah berusia lebih dari 35 tahun, pihaknya telah bernegosiasi dengan perusahaan-perusahaan tersebut agar batas usia dapat diperpanjang hingga 45 tahun bagi mereka yang berpengalaman.
Berdasarkan data per 27 Februari 2025, tercatat 10.965 pekerja telah terkena PHK. Keputusan ini diambil dalam rapat tim kurator pada 26 Februari 2025 yang mencakup 8.504 pekerja di PT Sritex (Sukoharjo), 956 pekerja di PT Primayudha Mandirijaya (Boyolali), 40 pekerja di PT Sinar Pantja Djaja (Semarang), dan 104 pekerja di PT Bitratex Industries (Semarang).
Selain itu, 1.065 pekerja PT Bitratex telah lebih dahulu terkena PHK pada Januari lalu.
Koordinator Pekerja Sritex Group, Slamet Kaswanto, mengungkapkan bahwa sejak Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang pada Oktober 2024, ia dan para pekerja berharap tetap bisa bekerja di perusahaan tersebut.
Namun, dengan status insolvensi, keberlangsungan usaha tidak mungkin dilakukan. "Karena status insolvensi, PHK tidak bisa dihindari. Hak pesangon dan hak-hak lainnya harus tetap ditagihkan sebagai bagian dari kewajiban kreditur kepada kami," ujarnya.
Meski mengapresiasi upaya pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan baru, Slamet menyatakan bahwa tidak semua pekerja dapat langsung beradaptasi dengan pekerjaan yang tersedia.
"Pekerjaan yang disediakan belum tentu sesuai dengan keterampilan yang selama ini kami miliki," tambahnya.
Slamet masih berharap setelah proses pemberesan oleh tim kurator, pabrik Sritex dapat kembali beroperasi di bawah manajemen baru.
"Sritex memiliki teknologi dan produk berkualitas, sehingga kami berharap pabrik tetap dapat berjalan dengan pemilik baru. Kami memohon dukungan pemerintah agar membantu kami dalam hal ini," kata Slamet.
Dalam rapat kreditur yang digelar di PN Niaga Semarang pada 28 Februari 2025, Hakim Pengawas Haruno menetapkan bahwa Sritex secara resmi berstatus insolven atau bangkrut.
Tim kurator menjelaskan bahwa beban pengeluaran Sritex jauh melebihi pemasukan, sehingga keberlangsungan usaha tidak dapat dipertahankan.
Keputusan ini juga didukung oleh Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, yang menyatakan bahwa keterbatasan modal kerja membuat skenario keberlanjutan perusahaan tidak memungkinkan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]