Semakin banyak transaksi terjadi makan akan semakin besar pula perolehan PPh negara.
Pajak kripto terdiri dari PPN atas pemungutan oleh non-bendaharawan dan perolehan PPh 22 atas transaksi kripto melalui PPMSE DN dan penyetoran sendiri.
Baca Juga:
Bea Cukai Tindak 31.275 Perdagangan Ilegal di 2024, Menkeu: Potensi Kerugian Negara Rp3,9 Triliun
Pengenaan pajak atas kripto tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Pemerintah menilai bahwa aset kripto berkembang luas dan menjadi komoditas perdagangan, sehingga layak menjadi objek pajak.
Beleid itu mengatur bahwa pengenaan PPN berlaku atas penyerahan aset kripto oleh penjual, jasa penyediaan sarana elektronik untuk transaksi perdagangan aset kripto, serta jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto (mining pool).
Baca Juga:
Wamenkeu Suahasil: Sektor Keuangan Jadi Game Changer Pembangunan Indonesia
Pengenaan PPN berlaku untuk penyerahan aset kripto oleh penjual di dalam daerah pabean dan/atau kepada pembeli aset kripto di dalam daerah pabean.
Sri Mulyani pun turut mengenakan PPN untuk transaksi kripto terhadap barang atau jasa lainnya, seperti untuk pembelian non fungible tokens (NFT).
Penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) akan bertugas memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang atas penyerahan aset kripto.