WahanaNews.co | Sebagai negara tropis dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, sistem pertanian skala besar yang hanya mengandalkan satu jenis tanaman atau monokultur kurang tepat untuk diaplikasikan di Indonesia.
Dosen yang juga peneliti sosiologi pertanian-pangan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Angga Dwiartama memastikan pertanian monokultur bisa menyebabkan agroekologi menjadi sangat ringkih dan rentan.
Baca Juga:
Prabowo Tinjau Langsung Panen Padi di Merauke
"Indonesia adalah negara tropis yang di satu sisi biodiversitasnya tinggi, tapi juga keanekaragaman hama dan penyakit juga sangat tinggi. Jadi, ketika pertanian monokultur dibuat masif, maka yang akan terjadi adalah datang hama," ujarnya dalam sebuah diskusi bertajuk 'Food Estate untuk Membangun Kedaulatan Pangan' di Jakarta, melansir dari Antara, Sabtu (4/3/2023).
Wahyu mengungkapkan ketika Indonesia menerapkan revolusi hijau sekitar tahun 1970-an, ledakan hama langsung merebak di wilayah pertanian.
Menurutnya, cara memperlakukan ekosistem tropis idealnya dengan berbasis keanekaragaman jenis tanaman, bukan dengan satu jenis tanaman saja.
Baca Juga:
Dinas Pertanian Kubu Raya Rencanakan Penanaman Padi 69.462 Ton Tahun 2024
Proyek food estate atau lumbung pangan, sambungnya, yang kini dibangun oleh pemerintah berupa pertanian terpusat di suatu kawasan dapat memarjinalkan masyarakat, karena masyarakat masih mengandalkan keanekaragaman di lahan pertanian mereka.
"Kami melakukan studi di Jawa Barat. Lahan seukuran satu hektare saja memiliki keanekaragaman jenis pohon buah bisa sampai 50 jenis. Bayangkan ketika itu dihilangkan, maka ada banyak sumber pangan yang hilang dari masyarakat," ujarnya.
Wahyu meyakini bahwa ketahanan pangan bisa dicapai secara efektif di tingkat lokal dengan berbekal ekosistem yang sangat beragam.
Pemerintah dapat mendorong perkembangan sistem pangan lokal agar terhubung satu sama lain dan membuat jaring kuat ketahanan pangan.
Di luar negeri, menurutnya, ada kantong-kantong produksi yang saling terhubung satu sama lain, sehingga mereka bisa saling berbagi.
"Hal yang penting sebenarnya pemerintah menyediakan ruang untuk itu, jadi kita bisa membuat suatu sistem yang cukup solid," pungkas Wahyu. [ast/eta]