WahanaNews.co | PT PLN telah memanfaatkan 1,1 juta ton limbah abu batubara atau fly ash dan bottom ash (FABA) dengan rincian pemanfaatan internal sebanyak 91.000 ton dan eksternal sebanyak 932.000 ton yang diproses jadi produk turunan FABA di sepanjang 2021.
Sebelumnya, melalui anak usahanya yaitu PT Indonesia Power, PLN melakukan analisis tekno ekonomi terhadap FABA di PLTU. Hasilnya menunjukkan bahwa limbah FABA yang dihasilkan sangat mungkin untuk diolah menjadi produk turunan lainnya.
Baca Juga:
Gandeng IPB, PLN Kembangkan Pemanfaatan FABA di Bangka Belitung
Selain dapat menghasilkan paving block, batako, dinding panel, FABA juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan material untuk penimbunan dalam reklamasi tambang, substitusi kapur untuk menetralkan air asam tambang bahkan dapat memperbaiki kondisi fisik tanah dan media tanam untuk revegetasi lahan bekas tambang.
Untuk dapat memperoleh FABA masyarakat dapat mengambil secara gratis di lokasi PLTU terdekat. Cukup dengan mengajukan surat permintaan FABA dan melengkapi persyaratan administrasi, masyarakat dapat memperoleh FABA yang ada di ash valley.
Untuk meningkatkan pemanfaatan FABA, PLN bekerja sama dengan Korps Pembinaan Masyarakat (Korbinmas) Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri mengadakan pelatihan pemanfaatan material abu sisa pembakaran atau Fly Ash Bottom Ash (FABA) serentak di 46 titik lokasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), Senin (6/6).
Baca Juga:
Limbah Batu Bara Diolah Jadi Pupuk, Bisa Hemat Rp 7,4 Miliar/Tahun
Executive Vice President Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Lingkungan (K3L) PLN, Komang Parmita mengatakan PLN terus berkomitmen untuk memanfaatkan FABA sebagai produk material bangunan yang dapat diaplikasikan di bidang konstruksi dan infrastruktur maupun dalam bentuk lainnya seperti pupuk organik yang diberikan kepada masyarakat untuk kepentingan bersama.
Upaya PLN memanfaatkan FABA sejalan dengan semangat Indonesia menjadi salah satu pemain dalam global supply chain, telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2021 yang mencabut status FABA sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3), serta memperpanjang batas waktu penyimpanan FABA menjadi tiga tahun.
Melalui beleid ini, pemanfaatan FABA dapat didorong sehingga dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi, pengurangan ekploitasi sumber daya alam, pembangunan dan perbaikan infrastuktur dengan nilai ekonomis.