WahanaNews.co | Dihadapan para CEO/perwakilan dari berbagai industri kunci minyak sawit di Uni Eropa, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto menyampaikan sejumlah concern terkait perlakuan diskriminatif Uni Eropa terhadap minyak sawit.
Hal tersebut dilakukan Menko Airlangga dalam acara Luncheon Meeting yang diselenggarakan pada Selasa (30/05) di Brussels, Belgia.
Baca Juga:
GAPKI Desak Pembentukan Badan Sawit Nasional di Bawah Pemerintahan Prabowo
“Kedatangan Joint Mission Indonesia – Malaysia ke Uni Eropa kali ini berada di momen kritis. Kami menyampaikan concern dan ketidaksetujuan kami kepada Uni Eropa yang kembali mendiskriminasi komoditas ekspor unggulan, terutama kelapa sawit yang berdampak negatif pada industri, perdagangan, dan para petani kecil (smallholders) kelapa sawit, melalui kebijakan EU Deforestation-Free Regulation (EUDR),” tegas Menko Airlangga.
Kebijakan tersebut mengecilkan upaya Indonesia yang berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan menyangkut isu perubahan iklim hingga perlindungan biodiversity sesuai dengan kesepakatan, perjanjian dan konvensi multilateral seperti Paris Agreement dan UN 2030 SDG Agenda.
“Negara anggota CPOPC secara ketat sudah mengimplementasikan berbagai kebijakan di bidang konservasi hutan. Bahkan level deforestasi di Indonesia turun 75% pada periode 2019 – 2020. Indonesia juga sukses mengurangi wilayah yang terdampak kebakaran hutan menjadi 91,84%,” ungkap Menko Airlangga.
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
Pada kesempatan yang sama, Indonesia kembali menyerukan agar kolaborasi antara negara anggota CPOPC dan saling pemahaman antara negara produsen dan konsumen untuk terus ditingkatkan.
“Pesan kami kepada Uni Eropa sudah sangat jelas, berikan kami pengakuan yang layak kami terima. Harapannya adalah kami bisa mendapatkan hasil yang konkret serta common and mutual understanding dalam pertemuan-pertemuan dengan pejabat terkait Komisi dan Parlemen Eropa sehingga kami dapat terus bergerak maju,” ujar Menko Airlangga.
Di lain sisi, pada situasi global yang penuh dengan ketidakpastian seperti saat ini, semua pihak perlu untuk bekerja serta bergerak selaras dan harmonis dalam mencapai tujuan bersama yaitu pemulihan ekonomi dan kesejahteraan.
“Peran industri sangat penting. Mari bersama mempromosikan palm oil secara positif yang sejalan dengan upaya dan komitmen yang telah dilakukan selama ini,” pungkas Menko Airlangga.
Ditambahkan pula bahwa standar national sustainability yang dimiliki Indonesia dan Malaysia melalui ISPO Dan MSPO perlu mendapatkan pengakuan, sehingga seharusnya EUDR bisa memberi jalan kepada produk kelapa sawit yang sudah bersertifikat ISPO ataupun MSPO.
Pada sesi tanya jawab, juga diangkat beberapa fitur ketentuan EUDR antara lain yang menyangkut persyaratan Geolocation Data, labelling negara – negara menjadi high risk, standard dan low risk yang menjadi salah satu permasalahan bagi negara produsen minyak sawit seperti Indonesia dan Malaysia. Selama isu ini belum mencapai titik tengah yang dapat diterima kedua pihak, maka dipandang sulit untuk palm oil diterima di Uni Eropa.
Geolocation data ini terkait juga dengan privasi data. Oleh sebab itu, berbagai ketentuan turunan EUDR perlu dibahas bersama dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait (policy maker, industri, smallholders dan civil society/NGOs) termasuk bersama Uni Eropa dengan membentuk platform multistakeholders agar dampak negatif EUDR dapat ditangani dan diminimalisir/dihilangkan.
Pada acara luncheon meeting yang dihadiri oleh Deputi Perdana Menteri – Menteri Perladangan dan Komoditi Malaysia Dato’ Sri Haji Fadillah Bin Haji Yusof beserta Delegasi Malaysia dan para pelaku usaha Malaysia tersebut, juga turut hadir diantaranya yakni Dubes RI Brussel, Dubes RI Berlin, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga, Asdep Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah, Asdep Pengembangan Agribisnis Perkebunan, Sekjen dan pejabat CPOPC, para pelaku usaha, serta perwakilan industri yang berkecimpung di sektor palm oil dari Indonesia, Malaysia dan Eropa. Demikian dilansir dari laman ekongoid, Rabu (31/5). [jp/jup]