WAHANANEWS.CO, Jakarta - Rp 200 triliun uang negara yang ditempatkan pemerintah di lima bank BUMN menuai polemik besar karena dituding melanggar konstitusi dan sejumlah undang-undang.							
						
							
							
								Dana jumbo itu digelontorkan pada Jumat (12/9/2025) dengan alasan untuk menjaga likuiditas perbankan, mendorong penyaluran kredit, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										Jika Dana Rp200 Triliun Tak Terserap, Ini Siasat Menkeu Purbaya
									
									
										
											
										
									
								
							
							
								Namun, Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini menilai langkah tersebut tidak bisa dibenarkan. Ia meminta Presiden Prabowo Subianto segera menghentikan program yang disebutnya sebagai jalan pintas dan pelemahan aturan ketatanegaraan.							
						
							
							
								"Saya menganjurkan agar presiden turun tangan untuk menghentikan program dan praktek jalan pintas seperti ini karena telah melanggar setidaknya 3 undang-undang dan sekaligus konstitusi. Kita tidak boleh melakukan pelemahan aturan main dan kelembagaan seperti yang dilakukan pemerintahan sebelumnya," ujar Didik dalam keterangan tertulis, Senin (15/9/2025).							
						
							
							
								Didik menjabarkan ada sejumlah aturan yang dilanggar. Pertama, prosedur penyusunan, penetapan, dan alokasi APBN jelas diatur dalam UUD 1945 Pasal 23, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, serta UU APBN tahunan.							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										Prajurit TNI Lepas Tembakan di Bank BUMN Gowa, Diduga karena Tekanan Ekonomi
									
									
										
									
								
							
							
								Menurutnya, anggaran negara adalah ranah publik yang wajib melalui proses ketatanegaraan. "Anggaran negara bukan anggaran privat atau anggaran perusahaan," tegas Didik.							
						
							
							
								Kedua, kebijakan spontan berupa pengalihan Rp 200 triliun ke bank untuk kemudian disalurkan ke kredit perusahaan atau individu dianggap menabrak aturan Undang-Undang Keuangan Negara dan UU APBN yang berlandaskan UUD 1945.							
						
							
							
								Ketiga, Didik menekankan bahwa setiap kebijakan harus dijalankan sesuai aturan main karena jika tidak, maka akan menimbulkan preseden buruk di masa depan. "Alokasi anggaran negara tidak bisa dijalankan atas perintah menteri atau perintah presiden sekalipun," katanya.							
						
							
								
							
							
								Keempat, program negara yang sah harus tercantum dalam nota keuangan yang resmi diajukan pemerintah kepada DPR. Karena itu, setiap kebijakan di luar proses legislasi berpotensi menjadi pelanggaran konstitusi.							
						
							
							
								"Jika ada kebijakan dan program nyelonong dengan memanfaatkan anggaran maka kebijakan tersebut hanya kehendak individu pejabat dan tidak ada proses legislasi, maka ini terindikasi melanggar konstitusi dan undang-undang negara," jelas Didik.							
						
							
							
								Kelima, Didik menegaskan setiap rupiah dari APBN wajib melalui pembahasan DPR. Hasilnya kemudian dirumuskan dalam Badan Anggaran dan disahkan di sidang paripurna.							
						
							
								
							
							
								"Baru setelah melewati proses legislasi seperti ini anggaran negara tersebut bisa dialokasikan untuk dilaksanakan di sektor-sektor oleh kementerian lembaga dan di daerah oleh pemda," paparnya.							
						
							
							
								Keenam, aturan pelaksanaan anggaran dan pengelolaan kas dijalankan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan undang-undang, sehingga tidak bisa ditabrak oleh pejabat mana pun.							
						
							
							
								Ia juga menyebut kebijakan ini berpotensi melanggar UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, terutama Pasal 22 ayat (4), (8), dan (9).							
						
							
								
							
							
								Pasal itu menjelaskan bahwa rekening penerimaan dan pengeluaran hanya boleh dibuka untuk kepentingan operasional APBN. Dana di Rekening Umum Kas Negara pun harus sesuai kebutuhan pemerintah yang telah ditetapkan di APBN.							
						
							
							
								"Pengeluaran anggaran negara untuk program-program yang tidak ditetapkan oleh APBN jelas melanggar Ayat 9," tegas Didik.							
						
							
							
								Ia menambahkan, penempatan dana pemerintah di bank umum hanya sah untuk kepentingan operasional APBN, bukan untuk disalurkan ke industri melalui kredit umum di luar kerangka APBN.							
						
							
								
							
							
								"Meskipun tujuannya baik, penempatan anggaran publik di perbankan melenceng dari amanah Pasal 22 khususnya ayat 8 dan 9 UU No. 1/2004 tersebut," ujarnya.							
						
							
							
								Didik menutup pernyataannya dengan menegaskan pentingnya kembali ke proses legislasi yang sahih. "Tidak ada lagi program yang diambil dari ingatan sepintas yang keluar dari wawancara spontan yang dicegat atau doorstop," pungkasnya.							
						
							
							
								[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]