WahanaNews.co | Perang Rusia dan Ukraina berdampak terhadap berbagai sektor. Termasuk mengancam pergerakan pasar mata uang negara-negara berkembang.
Nilai mata uang rupiah menjadi salah satu instrumen yang terkena dampak menyusul penurunan -54 poin di posisi Rp14.391 per 1 dolar Amerika Serikat pada penutupan sesi terakhir.
Baca Juga:
Ini Penyebab Kurs Rupiah Masih Melemah di Rentang 15.600-an per Dolar AS
"Jadi pada saat terjadi perang di Ukraina, yang terjadi itu dolar akan menguat tajam, dan ini berdampak terhadap mata uang rupiah. Nah, rupiah pun juga akan melemah," kata Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Kamis (24/2/2022).
Dolar sebagai salah satu aset safe haven akan menjadi tempat pelarian investor dari fluktuasi bursa ekuitas, dalam hal ini pasar saham. Pada sesi terakhir, IHSG ambruk -1,48% di 6.817 meski membaik di akhir sesi, menyusul bursa Asia lainnya.
Alhasil indeks dolar yang mengukur kinerja dolar terhadap mata uang utama akan terus menguat, yang terbukti dari kenaikan 1,23% di USD97,37 pada penutupan sesi terakhir.
Baca Juga:
Ditopang Data Penjualan Ritel, Rupiah Moncer di Rp 14.830
"Memang benar, pada saat terjadi perang, orang akan beralih, mengalihkan dananya dari saham, ke emas, kemudian ke treasuri, dan kemudian ke dolar," tutur Ibra.
Senada, Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menuturkan, bahwa konflik Rusia dan Ukraina memberi beban bagi sektor keuangan. Ia memprediksi apabila eskalasi konflik Rusia dan Ukraina terus terjadi, Rupiah berpotensi mendekati area Rp15.000 per 1 dolar.
"Jadi rupiah sudah bergerak di Rp14.500, melemah dan ini akan terus bergerak, diperkirakan akan mendekati level Rp15.000, jika kondisi konflik eskalasi ini semakin meluas dan melibatkan banyak negara," terangnya. [bay]