WahanaNews.co, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan regulasi terkait penagihan kredit atau pembiayaan bagi Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK).
Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 yang mengenai Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Baca Juga:
Dana Nasabah Rp. 38,470 Miliar Ditahan oleh Bank Victoria Syariah, OJK Didesak Tindak
Dalam peraturan tersebut, ditegaskan kebijakan-kebijakan yang harus diikuti oleh PUJK, termasuk lembaga pinjaman online dan bank yang menyediakan kredit serta pinjaman lainnya.
Salah satu ketentuannya adalah pembatasan waktu penagihan, yang hanya diperbolehkan antara jam 8 pagi hingga pukul 20.00 waktu setempat.
Penting juga dicatat bahwa penagihan tidak boleh dilakukan kepada pihak yang bukan konsumen atau nasabah, untuk mencegah gangguan terhadap pihak lain seperti teman atau saudara konsumen.
Baca Juga:
Bank BNI Terus Perkuat Aspek Perlindungan Konsumen
Selain itu, metode penagihan tidak diperkenankan menggunakan kekerasan fisik atau verbal.
Rela Ginting, Direktur Pengembangan dan Pengaturan Edukasi Pelindungan Konsumen (EPK), menyampaikan bahwa dalam POJK 22 Tahun 2023, telah diatur sanksi administratif dan denda bagi PUJK yang melanggar aturan penagihan.
Denda administratif maksimal yang dapat dikenakan mencapai Rp 15 miliar.
"Sanksi administratifnya yang mendapat sorotan adalah mengenai denda administratif denda administratifnya itu Rp 15 miliar sangat gede gitu ya nah dapat kami sampaikan disini bahwa denda administratif Rp 15 miliar ini sebetulnya tidak berubah dari PUJK sebelumnya, PUJK 6 2022 ya, titik maksimalnya," jelas dia dalam konferensi pers, Kamis (1/2/2024).
Sebelum menerapkan sanksi denda maksimal, Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) akan terlebih dahulu dikenai sanksi administratif lainnya, seperti peringatan tertulis, pembatasan produk dan/atau layanan, dan/atau kegiatan usaha baik secara sebagian maupun keseluruhan, serta pemeriksaan dan penatausahaan kembali mengenai produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha, baik sebagian maupun keseluruhan.
"Pemberhentian pengurus, denda administratif, hingga pencabutan izin produk dan atau layanan dan dan pencabutan izin usaha," terangnya.
Menurutnya, besaran denda ini lebih kecil jika dibandingkan dengan denda yang diterapkan untuk penyelenggaraan kegiatan di sektor pasar modal, yang mencapai maksimal Rp 25 miliar.
Sementara itu, dalam hal penggunaan jasa akuntan publik dan kantor akuntan publik, denda dapat mencapai maksimal Rp 50 miliar.
"Pemberlakuan denda administratif ini tentu mempertimbangkan tingkat pelanggaran yang terjadi, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 113 POJK ini. Selain itu, perlu dicatat bahwa Pasal 115 mengatur bahwa PUJK memiliki hak untuk mengajukan keberatan terhadap sanksi yang dikenakan oleh OJK," katanya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]