WAHANANEWS.CO, Jakarta - Wakil Menteri Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir menyatakan bahwa kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump semestinya digugat oleh negara-negara yang terdampak ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
“Kalau kita masih berkomitmen kepada sistem multilateral, semestinya kita ramai-ramai membawa AS ke WTO karena yang dilakukan oleh Presiden Trump melanggar prinsip-prinsip WTO,” kata Wamenlu dalam diskusi “Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan, dan Ekonomi Global” di Jakarta, Minggu (13/4/2025).
Baca Juga:
Di WTO, RI Berhasil Buktikan Tindakan Diskriminasi Uni Eropa atas Minyak Sawit dan Biofuel Berbahan Baku Kelapa Sawit
Namun, yang terjadi sekarang adalah setiap negara yang terancam dengan tarif resiprokal Trump mencoba bernegosiasi dengan AS sendiri-sendiri, seperti Vietnam yang memberi tawaran tarif 0 persen dan Indonesia yang juga hendak mengirim tim negosiasi ke AS, kata dia dalam acara yang diselenggarakan oleh The Yudhoyono Institute itu.
Wamenlu mengatakan, selain tarif impor tersebut, AS juga melakukan pelanggaran prinsip WTO terkait perlakuan yang sama untuk semua anggota (most favoured nation) dengan memberlakukan tarif ratusan persen kepada produk buatan China.
Permintaan AS kepada Indonesia untuk menurunkan nilai pajak pertambahan nilai (PPN) dalam rangka relaksasi tarif impor juga tidak sesuai dengan prinsip national treatment WTO, kata dia.
Baca Juga:
RI Menang di WTO - Eropa Kalah, Dunia Harus Akui Biodiesel Kelapa Sawit Indonesia
Arrmanatha mengatakan, gugatan bersama ke WTO lebih jitu dalam merespons tarif Trump karena melibatkan banyak negara senasib. Tindakan kolektif tersebut juga akan menunjukkan masih adanya kepercayaan negara-negara terhadap sistem multilateral yang mulai goyah saat ini.
Ia turut menyatakan bahwa langkah-langkah memitigasi dan merespons tarif impor AS harus diperhitungkan secara menyeluruh.
Awal bulan ini, Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang memberlakukan tarif impor "resiprokal" kepada puluhan negara di samping tarif impor dasar sebesar 10 persen. Indonesia merupakan salah satu negara yang terdampak tarif resiprokal dengan pungutan 32 persen.