WahanaNews.co | Kenaikan tarif listrik bagi golongan masyarakat mampu golongan pelanggan rumah tangga R-2 (3.500 VA s/d 5.500 VA) dan R-3 (6.600 VA ke atas) per 1 Juli 2022 dinilai bisa jadi momentum untuk mendorong PLTS Atap.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan, kondisi ini menjadi kesempatan bagi para pelanggan golongan R-2 dan R-3 untuk menginstall PLTS Atap.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"Untuk konsumen R-2 dan R-3, penggunaan PLTS Atap bisa sedikit mengurangi dampak kenaikan tarif listrik yang dikenakan," terang Fabby, belum lama ini.
Merujuk hitung-hitungan Pemerintah dan PLN, untuk pelanggan rumah tangga ekonomi mampu golongan R2 yang berjumlah 1,7 juta pelanggan dan juga pelanggan golongan R3, rumah tangga ekonomi mampu daya terpasang 6.600 Va ke atas yang jumlahnya 316 ribu pelanggan, tarifnya akan disesuaikan sebagaimana keekonomian.
Artinya, pelanggan tersebut sebelumnya menerima bantuan Rp 255 per Kwh dari Pemerintah, maka bantuan ini direalokasikan untuk program-program yang langsung mengenai masyarakat kurang mampu.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Dengan komponen kompensasi yang direalokasikan tersebut, tarif yang sebelumnya dibantu Pemerintah yaitu Rp 1.444,70 per kwh dikoreksi menjadi tarif yang berbasis pada keekonomian yaitu, Rp 1,699,53 per kwh.
Fabby menjelaskan, hingga April 2022 sudah ada 5.278 pelanggan PLN yang memasang PLTS Atap dengan kapasitas mencapai 54,7 MW. Jumlah masyarakat yang menginstall PLTS Atap pun dinilai terus meningkat sejak 2020 silam.
Kendati demikian, Fabby menilai masih ada sejumlah kendala yang menghambat akselerasi pemanfaatan PLTS Atap. Beberapa contoh diantaranya yakni pembatasan instalasi maksimum 10% hingga 15% dari total kapasitas terpasang.
"Untuk pelanggan rumah tangga sudah 2 sampai 3 bulan kesulitan mendapatkan meter ekspor impor," kata Fabby.
Fabby menambahkan, proses perizinan juga masih jadi salah satu kendala saat ini. Menurutnya, PLN mengharuskan adanya kajian kelayakan terlebih dahulu untuk instalasi PLTS Atap. Padahal, langkah ini dinilai tidak perlu.
Selain itu, Fabby berharap implementasi Permen ESDM Nomor 26 tahun 2021 dapat dilakukan agar mendorong implementasi ketentuan ekspor impor listrik 100%. [qnt]