WAHANANEWS.CO, Jakarta - Wacana penerapan empat hari kerja di DKI Jakarta telah menjadi perbincangan hangat di kalangan pekerja dan pelaku usaha.
Wacana penerapan empat hari kerja diusulkan oleh Niwono Joga, anggota Tim Transisi Bidang Kebijakan Publik Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta terpilih, Pramono Anung-Rano Karno.
Baca Juga:
Jokowi Tunjuk Teguh Setyabudi, Heru Budi Lepas Jabatan Pj Gubernur DKI
Menurut Niwono, gagasan empat hari kerja merupakan salah satu ide yang dirancang oleh Pramono. Kebijakan ini dinilai memungkinkan untuk diterapkan saat Jakarta memasuki musim hujan yang berpotensi memicu banjir.
Selain itu, untuk mengurangi polusi udara di Jakarta yang sering masuk dalam tiga besar kota dengan polusi tertinggi di dunia. Usulan ini memicu beragam respons dari kalangan pelaku usaha dan pekerja.
Tanggapan Pekerja
Baca Juga:
Jakarta Lepas Status Ibu Kota, Begini Nasib Gedung Eks Pemerintah Kelak
Pandangan pekerja terhadap wacana ini sangat bervariasi. Yasinta (25), seorang karyawati dari Jakarta Selatan, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa meskipun hari kerja dipangkas, beban kerja akan tetap sama. "Hari kerja mungkin dipangkas, tapi kan workload akan masih sama," ujarnya saat berbincang dengan WahanaNews, Kamis (23/1/2025).
Ia menambahkan, bahwa hal ini justru bisa meningkatkan tekanan kerja.
Semantara itu Alfredo (40), seorang pekerja swasta dari Kebayoran, menyambut baik rencana tersebut karena dapat memberikan lebih banyak waktu libur.
"Tapi galau juga sih, soalnya ada kemungkinan penurunan gaji akibat pengurangan hari kerja," ucapnya.
Tanggapan Pelaku Usaha
Dari sisi pelaku usaha, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, mengungkapkan bahwa penerapan kebijakan ini tidak bisa dilakukan secara seragam.
Ia menjelaskan bahwa karakteristik dan kebutuhan operasional masing-masing sektor sangat bervariasi.
"Sektor padat karya seperti industri manufaktur memerlukan kehadiran fisik karyawan untuk menjaga stabilitas produksi," sebutnya.
Budihardjo Iduansjah, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), juga menyatakan bahwa wacana empat hari kerja dapat memberatkan karena kantor harus tetap beroperasi.
Ia menyoroti pentingnya manajemen yang baik untuk memastikan semua aktivitas tetap berjalan meski ada pengurangan hari kerja.
Tantangan dan Peluang
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, berpendapat bahwa jika sistem elektronik berbasis digital diterapkan dengan baik, empat hari kerja bisa dilaksanakan.
"Namun, perlu ada regulasi yang ketat untuk memastikan kinerja tetap optimal," sebutnya.
Sementara itu, pengalaman dari negara lain menunjukkan bahwa uji coba empat hari kerja dapat menghasilkan hasil positif dalam hal kesejahteraan karyawan dan produktivitas.
Di Inggris, misalnya, banyak perusahaan melaporkan peningkatan kesehatan fisik dan kesejahteraan karyawan setelah menerapkan sistem ini.
Namun demikian, tidak semua perusahaan berhasil dalam uji coba tersebut. Beberapa mengalami tantangan dalam mempertahankan produktivitas dan memenuhi kebutuhan operasional saat mengurangi jam kerja.
Menurut pengamat kebijakan publik yang juga anggota Aliansi Konsumen ASEAN, KRT Tohom Purba, wacana empat hari kerja di DKI Jakarta menciptakan diskusi yang luas mengenai manfaat dan tantangan yang mungkin timbul dari kebijakan ini.
Sementara beberapa pekerja menyambut baik ide tersebut untuk meningkatkan keseimbangan kehidupan kerja, pelaku usaha menunjukkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap produktivitas dan operasional.
"Dialog antara pemerintah daerah dan dunia usaha sangat diperlukan untuk memastikan kebijakan ini dapat diterapkan secara efektif tanpa mengganggu aktivitas perekonomian," kata Tohom.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]