WahanaNews.co | Jika pengaturan batasan produksi rokok saat ini masih dipertahankan, konsumen akan makin terdorong memilih rokok murah yang cukainya lebih rendah.
Penurunan prevalensi perokok anak dan pengendalian konsumsi tembakau sesuai RPJMN 2020-2024 akan sulit tercapai.
Baca Juga:
Kritik Pedas YLKI: Kebijakan Harga Tiket Taman Nasional 100-400% Justru Bunuh Minat Wisatawan
Hal itu dikatakan sekretaris Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno.
Dia menilai, struktur tarif cukai yang terdiri dari banyak layer masih terlalu kompleks yang mengakibatkan harga rokok tetap murah.
Artinya, batasan produksi 3 miliar batang sebagai penentu golongan 1 dan golongan 2 menimbulkan kerugian dari berbagai sisi.
Baca Juga:
Kandungan Pestisida Anggur Shine Muscat Viral, YLKI Tegaskan Pentingnya Pengawasan Ekstra
“Di antara layer-layer itu, ada perbedaan tarif cukai dan perbedaan batas-batas produksi yang bisa diakali oleh industri,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (30/6/2022).
Menurutnya, perusahaan dapat turun kelas atau turun golongan dengan memproduksi rokok dengan jumlah produksi yang masuk pada strata yang lebih rendah tarif cukainya.
“Gap antara golongan 1 dan golongan 2 juga sangat tinggi sehingga industri dapat mengakali dengan turun kelas produksinya. Jadi yang produksi kelas 1 bisa turun ke kelas 2. Tarif cukai antara golongan 1 dan 2 juga berbeda signifikan dan tentunya negara juga sebetulnya tidak diuntungkan,” lanjut dia.
Dia menilai, fenomena penurunan golongan ini yang makin memperparah downtrading, di mana perokok beralih ke rokok yang lebih murah. Kondisi ini menyebabkan target pemerintah menurunkan prevalensi perokok anak.
YLKI mengapresiasi langkah pemerintah dalam memperbaiki efektivitas struktur cukai, termasuk lewat simplifikasi layer cukai dari 10 menjadi 8 layer di tahun ini.
”Cara-cara menghentikan downtrading dapat dilakukan, tetapi kami mendorong pemerintah untuk menyederhanakan layer tarif cukai,” usulnya.
Angka batasan produksi picu lebarnya jarak tarif golongan rokok Seperti diwartakan sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, pihaknya bersama Bea Cukai telah membahas fenomena downtrading dan pabrikan yang turun golongan.
“Kemarin kita bahas dan itu sudah ada caranya nanti untuk memastikan misalnya perusahaan pindah ke layer bawah begitu. Itu sudah ada cara teknisnya,” ucapnya.
Pasalnya, angka batasan produksi saat ini juga memicu lebarnya jarak tarif antar golongan perusahaan rokok. Hal inilah yang menjadi pemicu banyaknya variasi harga rokok di pasaran sehingga konsumsi rokok tetap tinggi.
Febrio pun bilang, pihaknya juga sudah memikirkan cara untuk mengatasi fenomena penurunan golongan pada perusahaan rokok.
“Itu (batasan produksi) masih tetap ada, cuma ada cara yang lebih teknis bagaimana caranya agar peraturan yang ada itu tidak disalahgunakan. Jadi kita siapkan bagaimana supaya penerimaannya tidak turun,” katanya. [tum]