WahanaNews.co, Jakarta - Polisi Korea Selatan menggeledah kantor pusat Korea Aerospace Industries (KAI) pada Jumat (15/3/2024), setelah dua warga negara Indonesia diduga terlibat dalam pengungkapan teknologi proyek jet tempur.
Kedua insinyur Indonesia tersebut dituduh melanggar Undang-Undang Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan dan membocorkan teknologi terkait KF-21, jet tempur yang sebagian didukung oleh Indonesia.
Baca Juga:
Tragedi Kecelakaan Kapal Nelayan di Korea Selatan: 7 Tewas, 1 WNI dalam Pencarian
Proses penggeledahan dimulai pada hari Kamis dan berlanjut ke hari kedua, menurut seorang pejabat di biro investigasi keamanan Kepolisian Provinsi Gyeongnam yang diwawancarai oleh Reuters.
Seorang juru bicara dari KAI menyatakan bahwa perusahaan mereka "sedang aktif berkoordinasi" untuk memberikan semua yang dibutuhkan oleh pihak berwenang untuk menyelidiki kasus ini dan mengungkap kebenarannya.
KF-21, yang dikembangkan oleh KAI, dimaksudkan sebagai alternatif yang lebih terjangkau dan kurang fokus pada kemampuan siluman jika dibandingkan dengan jet tempur F-35 buatan AS, dan dianggap sebagai proyek penting bagi Korea Selatan.
Baca Juga:
Kim Jong Un Bakal Blokir dan Tutup Perbatasan Korut-Korsel Secara Permanen
Seorang juru bicara dari Kementerian Luar Negeri Indonesia bulan lalu menyampaikan kepada media bahwa pemerintah sedang mengumpulkan bukti terkait tuduhan tersebut.
KF-21 merupakan proyek yang strategis bagi kedua negara, dan mereka berkomitmen untuk menangani semua isu yang muncul dari kerja sama ini sebaik mungkin, demikian kata juru bicara tersebut pada saat itu.
Pada tahun 2022, Korea Selatan dan Indonesia berhasil menyelesaikan sengketa terkait pendanaan untuk proyek jet tempur bersama dan sejak itu berkomitmen untuk meningkatkan kerja sama pertahanan mereka.
Di Korea Selatan, terdapat kekhawatiran bahwa peraturan yang ada mungkin tidak cukup kuat untuk mencegah upaya pembocoran teknologi dari perusahaan-perusahaan teknologi tinggi.
Sebagai respons atas hal ini, Komisi Hukum yang berada di bawah pengawasan Mahkamah Agung Korea telah memutuskan untuk memperketat sanksi dan memperpanjang masa hukuman bagi pelanggar dalam kasus-kasus pembocoran teknologi.
Didampingi KBRI Seoul
KBRI Seoul terus mendampingi dua WNI yang terkait dengan tuduhan pencurian data informasi teknologi pesawat tempur KF-21 di Korea Selatan.
“Benar bahwa saat ini ada dua WNI yang diverifikasi dalam kasus tersebut,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Lalu Muhamad Iqbal, melansir Tempo, Minggu (17/3/2024).
Sejak kasus ini ramai diberitakan pada awal Februari lalu, KBRI Seoul telah berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri Korea dan institusi terkait di Korea, serta memastikan bahwa kedua WNI itu tidak ditahan.
“Semua masih berada di Seoul,” kata Iqbal, ketika ditanya lebih lanjut mengenai keberadaan kedua WNI tersebut.
Sejauh ini, ujar dia, belum ada hasil akhir atau kesimpulan dari proses verifikasi yang dilakukan otoritas Korsel.
“Karena itu, terlalu jauh untuk menyebut ini kasus pencurian data,” tutur Iqbal.
Sebelumnya, Badan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan menuduh dua insinyur asal Indonesia telah berusaha mencuri informasi teknologi terkait jet tempur KF-21.
Kedua teknisi yang diberangkatkan dari Indonesia untuk berpartisipasi dalam proyek pengembangan jet tempur di Korea Aerospace Industry (KAI) sedang diselidiki dan dilarang meninggalkan Korea.
Otoritas Korea Selatan mengatakan bahwa mereka menangkap dua insinyur Indonesia tersebut pada bulan Januari 2024, setelah mereka diduga berusaha untuk mengambil data terkait proyek tersebut yang disimpan dalam sebuah drive USB.
Seorang pejabat DAPA menyatakan bahwa penyelidikan saat ini sedang fokus untuk mengidentifikasi dokumen spesifik yang ingin dicuri oleh para ahli teknologi dari Indonesia.
Dia juga menegaskan bahwa USB tersebut hanya berisi dokumen-dokumen umum, bukan data yang terkait dengan teknologi strategis yang mungkin melanggar undang-undang kerahasiaan militer atau perlindungan industri pertahanan.
KF-21, yang diluncurkan pada tahun 2015, merupakan proyek kolaborasi antara Korea Selatan dan Indonesia dengan nilai sebesar 8,1 triliun won atau sekitar Rp95,07 triliun.
Sesuai kesepakatan awal, Indonesia dibebankan 20 persen dari total biaya pengembangan pesawat tempur itu.
Sebagai imbalan atas penanggungan biaya tersebut, Indonesia akan mendapatkan satu prototipe KF-21 dan transfer teknologi.
Indonesia juga akan memproduksi 48 unit jet tempur itu di dalam negeri, sementara Korea berencana memproduksi 120 unit jet jempur tersebut.
Namun, dalam perkembangannya, Indonesia telah menunda kewajiban pembayaran selama hampir dua tahun.
Sejauh ini, diperkirakan baru sekitar 278 miliar won atau sekitar Rp3,2 triliun yang sudah dibayarkan Indonesia. Dengan demikian, tunggakan Indonesia bernilai hampir 1 triliun won atau sekitar Rp11,7 triliun.
Meskipun terdapat beberapa masalah yang masih menjadi kendala dalam proyek pertahanan kedua negara ini, Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Tae-yul dan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi telah menyetujui untuk terus bekerja sama dalam pengembangan jet tempur KF-21.
Pembahasan mengenai masalah tersebut terjadi saat Cho dan Retno melakukan pertemuan bilateral di sela-sela pertemuan para menteri luar negeri kelompok G20 di Rio de Janeiro, Brazil, pada tanggal 21 Februari yang lalu.
Menurut laporan dari Yonhap, "Kedua menteri telah menyetujui untuk melanjutkan kerja sama guna memastikan kelancaran proyek kerja sama strategis antara kedua negara, termasuk dalam pengembangan jet tempur bersama, serta untuk memastikan partisipasi Korea Selatan dalam pembentukan ekosistem mobil listrik Indonesia, dan mencapai hasil yang diharapkan."
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]