WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah Jepang tengah mengkaji kebijakan baru yang akan menghentikan pemberian subsidi biaya hidup kepada mahasiswa asing di jenjang doktoral.
Kementerian Pendidikan Jepang menyatakan bahwa bantuan tersebut ke depan hanya akan diperuntukkan bagi warga negaranya sendiri. Rencana ini dikutip dari laporan Japan Today, Jumat (27/6/2025).
Baca Juga:
AHY Tegaskan Penertiban ODOL Tak Ancam Ekonomi, Justru Selamatkan Nyawa dan Infrastruktur
Langkah ini muncul usai pembahasan hangat di parlemen, menyusul temuan bahwa lebih dari sepertiga penerima subsidi saat ini merupakan mahasiswa internasional.
Selama ini, bantuan hidup itu diberikan dalam kisaran 1,8 juta yen (sekitar Rp202,1 juta) hingga 2,4 juta yen (sekitar Rp269,5 juta) per tahun.
Kebijakan tersebut direncanakan mulai diterapkan pada tahun fiskal 2027, meskipun penerapannya masih menunggu persetujuan dari komite terkait.
Baca Juga:
PKN Tingkat I 2025 Resmi Dibuka, Fokus pada Sinergi dan Akuntabilitas Birokrasi
Data dari Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Jepang mencatat bahwa pada tahun fiskal 2024, sebanyak 10.564 mahasiswa menerima bantuan, dengan 4.125 di antaranya (sekitar 39%) adalah mahasiswa asing.
Mayoritas dari penerima asing itu berasal dari Tiongkok, yang jumlahnya mencapai 3.151 orang atau sekitar 76% dari total penerima asing.
Isu ini pertama kali mengemuka pada Maret lalu saat seorang anggota parlemen mengusulkan agar subsidi biaya hidup hanya diberikan kepada mahasiswa Jepang.
Program subsidi ini diluncurkan pada tahun fiskal 2021 sebagai bagian dari upaya untuk memperbanyak jumlah mahasiswa doktoral Jepang dengan memberikan bantuan finansial yang mencakup biaya hidup dan penelitian.
Dalam proposal terbaru disebutkan bahwa kebijakan baru ini selaras dengan tujuan awal program, yakni membantu mahasiswa Jepang mengatasi kendala ekonomi agar bisa menempuh studi tingkat doktoral.
Disebutkan pula bahwa mayoritas mahasiswa asing sebenarnya mampu membiayai kuliah mereka secara mandiri, sehingga bantuan tidak lagi dianggap mendesak untuk mereka.
Walau skema bantuan biaya hidup akan dihentikan bagi mahasiswa asing, mereka masih tetap bisa mengakses dana riset dengan plafon maksimal 1,1 juta yen (sekitar Rp123,5 juta) per tahun.
Perubahan ini menunjukkan adanya pergeseran prioritas dalam kebijakan pendidikan tinggi Jepang, yang kini lebih mengutamakan kebutuhan pelajar domestik.
Namun, wacana ini juga memunculkan perdebatan mengenai bagaimana menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional dan peran pelajar internasional.
Keputusan akhir dari komite terkait akan sangat menentukan masa depan ribuan mahasiswa asing yang sedang maupun akan menempuh studi di Jepang.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]