Hampir satu miliar warga India akan diminta untuk memilih perdana menteri (PM) pada April-Mei 2024 mendatang. Ini menjadi kesempatan bagi PM Menteri Narendra Modi dan partai nasionalisnya BJP untuk mengincar masa jabatan ketiga.
Menurut para kritikus, karier dan kesuksesan politik Modi didasarkan pada dukungan dari lebih dari satu miliar umat Hindu di India. Namun ini juga memicu permusuhan terhadap minoritas Muslim di negara tersebut.
Baca Juga:
Soal Hasil Pilpres 2024: PTUN Jakarta Tak Terima Gugatan PDIP, Ini Alasannya
Meskipun ada tindakan keras terhadap kebebasan sipil, ia tetap menjadi favorit dalam pemilu ini, dan para pendukungnya memujinya karena telah meningkatkan posisi negaranya di panggung global.
Ujian Kaum Populis di UE
Baca Juga:
KPU Labura Verifikasi Berkas Calon Bupati dan Wakil Bupati di Rantau Prapat: Pastikan Dokumen Sah
Jajak pendapat transnasional terbesar di dunia pada Juni ini akan menghasilkan lebih dari 400 juta orang berhak memilih dalam pemilihan Parlemen Eropa.
Pemungutan suara tersebut akan menjadi ujian dukungan bagi kelompok populis sayap kanan, yang memiliki harapan besar setelah kemenangan Partai Kebebasan PVV yang anti-Islam dan anti-Uni Eropa di bawah kepemimpinan Geert Wilders dalam pemilu Belanda pada November dan kemenangan Partai Giorgia Meloni di Italia tahun lalu.
Namun Brussels dapat mengambil inspirasi dari Polandia, di mana mantan presiden Dewan Eropa Donald Tusk telah kembali berkuasa dengan platform yang sangat pro-Uni Eropa (UE).